Kamis, 29 September 2011

Bab 3 - Manajemen Krisis

Every crisis carries two elements, danger and opportunity.

Manajemen Krisis

Manajemen krisis meliputi identifikasi krisis, perencanaan menghadapi krisis, dan penyelesaian krisis. Manajemen krisis dapat digunakan di hampir setiap bidang tetapi biasanya digunakan pada hubungan internasional, politik, bisnis, dan manajemen. Banyak perusahaan saat ini sudah memiliki pedoman dalam menghadapi krisis yang mana membantu mengidentifikasi kemungkinan terjadinya krisis seperti kebakaran, bencana alam, ancaman bom, kekerasan, dan kemungkinan jatuhnya korban akibat kesalahan produk.

Pada umumnya, teori manajemen krisis didasarkan atas crisis bargaining and negotiation, crisis decision making, dan crisis dynamics. Dalam situasi krisis, usahakan selalu tetap tenang dan pertimbangkan dengan matang keputusan yang akan diambil. Keputusan yang diambil akan menjadi pertaruhan reputasi PR.

Dalam bisnis ada tiga jenis krisis:

1. Krisis Keuangan (Financial crisis) – adalah krisis yang terjadi karena perusahaan mempunyai masalah cash flow atau likuiditas jangka pendek, dan kemungkinan pailit di masa datang. Sepanjang tahun 2008, krisis keuangan di Amerika telah membuat banyak perusahaan bangkrut dan terjebak dalam krisis sebut saja, Lehman Brothers, AIG, Fanni Mae, Freddy Mac dan lain-lain. Berikut ini adalah beberapa perusahaan yang terjebak dalam krisis keuangan:

· Rugi US$ 4,9 Miliar, Merrill Lynch Jual Bloomberg

Jumat, 18/07/2008 13:35 WIB
Nurul Qomariyah - detikFinance

reuters-merrill-dalam
Foto: Reuters

New York - Merrill Lynch & Co mencatat kerugian sebesar US$ 4,9 miliar pada kuartal II-2008 akibat adanya hapus buku. Raksasa bank investasi AS itupun menjual asetnya hingga US$ 8 miliar untuk meningkatkan modalnya.

Merrill dalam pengumumannya menyatakan telah menjual 20% sahamnya di Bloomberg senilai US$ 4,425 miliar. Merrill juga sedang berdiskusi untuk menjual sahamnya di Financial Data Services senilai US$ 3,5 miliar. Perusahaan tersebut menyediakan data untuk reksa dana dan perbankan ritel Merrill.

Bank investasi terbesar ketiga AS itu menyatakan telah melakukan hapus buku hingga US$ 9,4 miliar untuk serangkaian utang. Merrill sejauh ini telah kehilangan hingga US$ 40 miliar akibat hapus buku sejak krisis kredit di AS dimulai setahun yang lalu. Merrill Lynch menjadi bank AS yang paling parah kena krisis kredit.

"Mereka bergerak ke arah yang benar, tapi Merrill masih memiliki tantangan yang signifikan termasuk utang material atas kolateral kewajiban utangnya," ujar Chris Armbruster, analis dari Al Frank Asset Management , seperti dikutip dari Reuters, Jumat (18/7/2008).

"Kami menyukai perusahaan itu, tapi ke depannya masih cukup sulit," ujar Armbruster, yang memiliki 24.000 lembar saham Merrill itu.

Kerugian Merrill tersebut jika diaplikasikan senilai US$ 4,97 per saham, sementara pada tahun lalu Merrill berhasil mencatat laba hingga US$ 2,07 miliar atau setara dengan US$ 2,24 per saham. Sementara pendapatan bersih turun menjadi US$ 7,5 miliar.

Moody's sebelumnya menurunkan peringkat Merrill ke A2. Saham Meriil pada penutupan perdagangan kemarin turun hingga 6,9% ke level US$ 28,60.


· Baring Invesment bank

BaringsNick Leeson

Ketangguhan Baring Investment Bank, bank tertua yang kesohor di Inggris, runtuh akibat ulah Nick Lesson. Pria kelahiran Watford, Inggris, 25 Februari 1967 silam itu sangat lihai melakukan kecurangan hingga terjadi skandal transaksi derivatif senilai USD1,4 miliar lewat Account No 88888. Skandal tersebut membuat bank berusia 233 tahun itu kolaps. Karena tidak sanggup membayar seluruh kerugian itu (USD1,4 miliar), Barings bangkrut dan dibeli perusahaan ING Groep dari Belanda seharga 1 poundsterling.[1]

· Krisis Finansial AS

Senin, 22 September 2008 09:37 KB Finance

www.kilasberita.com/amz/dtc

Washington, Amerika Serikat (AS) mencatat sebuah krisis finansial terburuk. Bank-bank investasi besar bertumbangan, indeks saham terpuruk hingga level terendahnya.

Krisis itu berakhir pada sebuah upaya penyelamatan raksasa bernilai hingga US$ 700 miliar atau sekitar Rp 6.450 triliun. Sebuah harga yang sangat mahal dari sebuah krisis.

Pemerintahan presiden AS George Walker Bush meminta Kongres bergerak cepat menyetujui rencana tersebut untuk mengatasi krisis finansial terburuk setelah 'Great Depression'. Tanpa persetujuan yang cepat itu, perekonomian bisa kolaps.
"Kami perlu ini berjalan lancar dan cepat," kata Menkeu AS Henry Paulson. Pemimpin partai Demokrat meminta agar rencana untuk membeli aset-aset bermasalah dari lembaga finansial itu harus juga membantu masyarakat AS yang terkena dampak paling parah dari merosotnya sektor perumahan di AS.

"Ada banyak masyarakat yang memerlukan pertolongan. Namun bantuan paling besar yang dapat kita berikan kepada masyarakat AS adalah menstabilkan sistem finansial kita sekarang ini," kata Paulson.

Inilah kronologi berbagai kejadian yang menyebabkan krisis finansial AS, seperti dikutip dari AFP, Senin (22/9/2008).

Tanggal

Kejadian

16 Maret

Bank investasi Bear Stearn dijual murah hanya pada harga US$ 236 juta kepada JP Morgan Chase. Kesepakatan itu 'diotaki' oleh Federal Reserve.

7 September

Departemen Keuangan AS mengambil alih raksasa pembiayaan perumahan AS, Freddie Mac dan Fannie Mae, sekaligus menjamin utang setiap institusi itu masing-masing hingga US4 100 miliar.

15 September

· Bank investasi Lehman Brothers mendaftarkan proteksi kebangkrutan, setelah pemerintah AS menolak untuk mem-bail out.

· Bank investasi lain, Merrill Lynch akhirnya mencapai kesepakatan dengan Bank of America dalam sebuah rencana akuisisi bernilai US$ 50 miliar.

· Lembaga pemeringkat menurunkan peringkat utang American International Group (AIG). Perusahaan asuransi terbesar dunia itu harga sahamnya anjlok hingga 60,8%, melanjutkan penurunan yang sudah terjadi sebelumnya.

· Federal Reserve menyuntikkan US$ 70 miliar ke pasar.

· Indeks Dow Jones anjlok hingga 4,42%. Indeks FTSE London merosot 3,92%, CAC Paris anjlok 3,78% dan DAX Frankfurt anjlok 2,74%.

19 September

· Pemerintahan AS menyelamatkan AIG dengan menyuntikkan US$ 85 miliar, dengan imbalan 79,9% saham perusahaan asuransi itu.

· Federal Reserve kembali menyuntikan US$ 50 miliar ke pasar.

17 September

Saham-saham kembali berjatuhan akibat ketidakpastian ekonomi. Indeks Dow Jones kembali anjlok 4,06%. Bapepam As melarang aksi short-selling di sejumlah saham sektor finansial.

18 September

· Federal Reserve dan bank-bank sentral dari berbagai dunia menyuntikkan US$ 300 miliar ke pasar kredit. Saham-saham kembali melonjak berkat kabar meluasnya bail out oleh pemerintah AS, indeks Dow Jones meloncat 3,86%.

· Setelah penutupan pasar, Menkeu AS Henry Paulson meminta persetujuan dari kongres untuk membeli aset-aset bermasalah yang berhubungan dengan mortgage dari para lembaga institusi.

19 September

Pemerintah AS mengumumkan rencana penyelamatan krisis finansial senilai US$ 700 miliar. The Fed menyuntikkan lagi US$ 20 miliar ke pasar kredit. Saham-saham menguat, dengan indeks Dow Jones naik hingga 3,35%.

2. Krisis Public Relations – lebih sering disebut sebagai krisis komunikasi yang terjadi karena pemberitaan negative yang kemudian dapat berimbas buruk pada bisnis perusahaan. Pemberitaan media atau isu yang beredar bisa jadi benar atau mungkin tidak, tetapi dapat mempengaruhi citra seseorang atau perusahaan. Salah satu tugas PR adalah mengklarifikasi pemberitaan dimedia yang tidak seimbang, atau justru memojokkan perusahaan.

Salah satu krisis Public relations yang hingga saat ini masih berlangsung adalah dugaan korupsi mantan president Suharto dan keluarganya.

Suatu ketika sejumlah elemen masyarakat melaporkan mantan Presiden Suharto dan anggota keluarganya ke Mabes Polri, Rabu, atas tuduhan dugaan berbagai korupsi pada masa Orde Baru. Sejumlah elemen itu di antaranya adalah Kelompok Kerja Petisi 50, Komite Waspada Orde Baru, Tim Pembela Demokrasi Indonesia, Liga Mahasiswa Nasional dan Perhimpunan Mahasiwa Katolik Seluruh Indonesia (PMKRI). Ketua Presidium Komite Waspada Orde Baru, Judilherry Justam, mengatakan korupsi yang dilakukan oleh keluarga Pak Harto antara lain dana reboisasi, mobil Timor, tata niaga cengkeh dan kilang Migas. "Pinjaman dana reboisasi Rp400 miliar kepada PT IPTN tahun 1996 bertentangan dengan UU Kehutanan No 5 tahun 1967 tentang kehutanan," katanya. Dana reboisasi Rp250 miliar juga dipakai untuk PT Kiani Kertas, yang dimiliki oleh Bob Hasan. Bob Hasan adalah orang dekat keluarga Pak Harto. Justam mengemukakan pembebasan bea masuk impor sedan untuk usaha taksi milik Siti Hardiyanti Rukmana dan proyek mobil nasional Timor oleh Hutomo Mandala Putra juga terindikasi korupsi. "Tata niaga cengkeh oleh Badan Penyangga Produksi Cengkeh (BPPC) berhasil meraup dana miliaran rupiah dari petani," kata Justam. Selain itu, fasilitas pembangunan kilang minyak kepada PT Nusamba terindikasi korupsi, karena diberikan kepada Bob Hasan, yang merupakan orang dekat dengan keluarga Cendana.[2]

Faktanya hingga saat ini, secara hukum Suharto dan Keluarganya tidak pernah terbukti di pengadilan melakukan korupsi. Tetapi dalam opini public, Suharto dan keluarga tetap dinyatakan bersalah. Bahkan ketika Partai Keadilan Sejahtera mengukuhkan Suharto sebagai salah satu pahlawan bangsa dalam iklannya. Sontak masyarakat bereaksi. Butuh waktu yang cukup lama bagi keluarga Suharto untuk dapat memulihkan citra, nama baik dan reputasi keluarga cendana. Dan ini adalah pekerjaan public relations, bukan lawyer.

Krisis PR juga terjadi didunia penerbangan Indonesia ketika Uni Eropa meneruskan Larangan Terbang Maskapai Indonesia terhadap puluhan maskapai penerbangan Indonesia. Dalam daftar revisi maskapai penerbangan yang dilarang terbang di wilayah Uni Eropa, yang dikeluarkan UE Rabu pada bulan November 2008, maskapai dari beberapa negara lain juga dilarang beroperasi di wilayah udara UE, karena dianggap belum ada peningkatan standar keselamatan yang berarti. Selain Indonesia negara lain yang terkena larangan terbang antara lain, Liberia, Sierra Leone, Swaziland serta Republik Democratik Kongo.

Berikut daftar maskapai Indonesia yang dilarang terbang di wilayat udara UE: Adam Sky Connection Airlines, Air Pacific Utama, Airfast Indonesia, Asco Nusa Air Transport, Asi Pudjiastuti, Aviastar Mandiri, Balai Kalibrasi Fasitas Penerbangan, Cardig Air, Dabi Air Nusantara, Deraya Air Taxi, Derazona Air Service, Dirgantara Air Service, Eastindo, Ekspres Transportasi Antar Benua, Garuda Indonesia, Gatari Air Service, Indonesia Air Asia, Indonesia Air Transport, Intan Angkasa Air Service, Kartika Airlines, Kura-Kura Aviation.

Lion Mentari Arilines, Lni Indonesia, Mandala Airlines, Manunggal Air Service, Megantara Airlines, Merpati Nusantara, Metro Batavia, National Utility Helicopter, Pelita Air Service, Penerbangan Angkasa Semesta, Pura Wisata Baruna Republic Expres Airlines, Riau Airlines, Sampurna Air, Smac, Sriwijaya Air, Trans Wisata Prima Aviation, Travel Expres Airlines, Travira Utama, Tri Mg Intra Airlines, Trigana Air Service, dan Wing Abadi Nusantara.

Menurut Wakil Presiden Komisi Uni Eropa,Jacques Barrot, dalam situs organisasi negara-negara Eropa itu, keputusan tersebut diambil setelah melakukan dialog dengan pihak berwenang di negara masing-masing termasuk dengan Indonesia.[3]

Dalam bidang politik, DPR juga mengalami krisis PR ketika, media menemukan banyak terjadi kasus korupsi di Lembaga tersebut. Menurut TA Legowo, Maraknya Skandal seks dan uang yang telah terungkap dan diduga dilakukan sejumlah anggota DPR belakangan ini pada dasarnya merupakan hasil dari rangkaian proses politik panjang. Hal itu dimulai sejak seseorang bergabung dengan partai politik hingga yang bersangkutan bergelimang kekuasaan di DPR sampai akhirnya tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada tiap tahap rangkaian proses politik itu, kuasa, uang, dan seks mungkin sekali menjadi bagian yang embedded dan, karena itu, tidak terhindarkan. Sebanyak tujuh anggota DPR dan satu mantan anggota DPR yang sedang menjalani proses pemeriksaan oleh KPK dan proses hukum oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), serta dua skandal seks oleh anggota DPR, hanya merupakan bagian kecil dari gunung es yang terlalu kokoh untuk diruntuhkan dalam sekali-dua tepuk. Namun, kasus-kasus itu cukup mengantar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tingkat kepercayaan publik di bawah nol. Pertanyaannya kini, bagaimana memulihkan kepercayaan publik terhadap DPR? Pertanyaan serupa, bagaimana mengeluarkan DPR dari citra buruk sebagai arena skandal kuasa, uang, dan seks? Ini merupakan masalah besar yang hampir mustahil diselesaikan hanya melalui proses peradilan Tipikor; atau bahkan melalui pelaksanaan hak angket kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) yang berhasil sekalipun.[4]

3. Strategic crisis

Dalam lingkungan bisnis yang mengakibatkan kelangsungan hidup perusahaan menjadi terganggu. Perusahaan sebaiknya selalu memiliki rencana dalam menghadapi krisis dan menghindari keputusan yang justru akan membuat perusahaan terperosok lebih jauh dalam krisis. Mereka harus tahu scenario terburuk yang akan terjadi dan harus mempunyai contingency plan dalam menghadapinya.

Krisis yang terjadi pada Adam Air karena beratnya Bisnis Udara[5] adalah salah satu contoh terhkini bagaimana perusahaan bisa hancur karena kesalahan strategi. Hard landing AdamAir nomor penerbangan KI 0292 dengan 171 penumpang di Bandara Hang Nadim, pada bulan maret 2008 berbuntut panjang. Investor strategis PT Bhakti Investama Tbk dan PT Global Transport Service memutuskan mundur pada 14 Maret karena kecewa dengan manajemen safety AdamAir yang tidak kunjung membaik.
Total dana yang akan ditarik mencapai 50 persen saham (Rp157,5 miliar). Hal ini menyebabkan AdamAir terancam bangkrut dan meresahkan 3.000 karyawannya. AdamAir memang sering terkena musibah karena pesawatnya pernah tiba-tiba nyasar di Bandara Tambolaka sekitar Februari 2006. Menyusul misteri hilangnya pesawat Boeing 737- 400 nomor KI 574 Adam Air juga belum terpecahkan sejak Januari 2007 hingga kini.

Beberapa hari waktu kemudian pesawat jenis Boeing 737-300 nomor penerbangan KI 127 hard landing di Bandara Juanda mengakibatkan punggung AdamAir patah. Hampir semua media serentak menuding manajemen AdamAir mengabaikan unsur safety pada kebijakan LCC-nya. Krisis AdamAir ini adalah tamparan kepada CAPA karena awal November 2006 manajemen Adam Air pernah menerima award dari CAPA sebagai penyedia layanan udara dengan basis LCC (low cost carrier) paling murah di Indonesia.

Strategi bisnis yang dipilih Adam Adhitya Suherman ini dinilai menjebol manajemen konservatif dunia penerbangan selama ini yang kukuh mempertahankan tradisi tarif mahal dan eksklusif. Demikianlah yang terjadi sesuai hukum pasar tradisional. Di tengah semakin banyaknya pilihan penyedia layanan transportasi udara, persaingan tarif pun demikian hebat. Kompetisi bergulir menjadi persaingan sempurna, sehingga pada pada Bulan April 2006, lembaga INACA (Indonesia National Air Carriers Association) mengeluarkan regulasi yang mengatur tarif tiket pesawat terbang.

Strategi price floor ini sebetulnya didesain untuk melindungi Garuda yang notabene milik negara. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kebingungan mencari jalan keluar problem Garuda kemudian melakukan komparasi bisnis dengan maskapai penerbangan Singapura SIA yang begitu sukses di Asia.
Namun, mantan PM Singapura Lee Kuan Yeu justru menyalahkan SBY karena SBY-lah yang mematikan Garuda dengan membuat UU 5/1999 mengenai antimonopoli, padahal Singapura tidak memilikinya. Adam Air memang kelewat berani karena untuk tetap mempertahankan kebijakan LCC-nya, manajemen AdamAir setiap hari harus berpikir keras pos-pos anggaran yang tetap menjadi kewajiban. Kesaksian mantan teknisi Adam Air dan beberapa pilot pada media elektronik beberapa waktu lalu menimbulkan pertanyaan besar, benarkah AdamAir menggunakan zero maintenance demi kebijakan LCC. Tentu di antara ribuan item maintenance tersebut ada beberapa yang bersifat mandatory karena alasan safety, apakah item ini juga diabaikan oleh manajemen Adam? Bisnis penerbangan tidak dapat dibantah adalah bisnis citra dan reputasi. Southwest atau SIA adalah contoh nyata bagaimana pengelolaan reputasi yang baik bisa mempertahankan bisnis. Pasca-black September 2001, Southwest adalah satu-satunya airline yang untung USD 511 juta, sementara airlines lainnya seperti United Airlines, American Airlines, Delta Airlines, Continental Airlines, AirTran, JetBlue menderita kerugian.
Southwest kini sedang menuai reputasi yang ditanam sebelumnya, konsisten dengan LCC juga konsisten dengan safety. Gaya Southwest ingin ditiru AdamAir, namun lupa dengan manajemen safety.

Strategic crisis juga terjadi pada Temasek ketika KPPU menyatakan Temasek Holdings melakukan monopoli karena memiliki saham pada perusahaan sejenis di bidang usaha dan pasar yang sama, yakni PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) dan PT Indosat Tbk.[6] Pernyataan tersebut diputuskan dalam sidang Majelis Komisi KPPU di Jakarta kemarin. Majelis Komisi yang diketuai Syamsul Maarif memutuskan lembaga investasi milik pemerintah Singapura tersebut melanggar Undang-Undang nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Akibatnya Temasek harus melepaskan kepemilikan saham di Telkomsel atau Indosat yang dimilikinya secara silang lewat dua unit usahanya, yakni Singapore Telecom (SingTel) dan Singapore Technologies (ST) Telemedia. “Pelepasan seluruh saham di Telkomsel atau Indosat selambat-lambatnya dua tahun sejak putusan ini memiliki ketetapan hukum,” kata Syamsul saat membacakan hasil keputusan sidang Majelis Komisi KPPU tersebut. SingTel memiliki 35 persen saham di Telkomsel dan ST Telemedia menguasai 41,94 persen saham Indosat.

Perusahaan harus mempersiapkan dengan matang cara mencegah terjadinya krisis. Perusahaan sebaiknya selalu memiliki rencana dalam menghadapi krisis dan menghindari keputusan yang justru akan membuat perusahaan terperosok lebih jauh dalam krisis. Mereka harus tahu skenario terburuk yang akan terjadi dan harus mempunyai contingency plan dalam menghadapinya.

Apabila pencegahan krisis tidak berhasil maka terdapat enam langkah yang sebaiknya diambil dengan segera:

1. Melakukan penilaian yang objektif terhadap penyebab krisis.

2. Menentukan apakah penyebab terjadinya krisis memiliki dampak jangka panjang atau hanyalah fenomena sesaat.

3. Perhitungkan setiap kejadian dalam krisis.

4. Memusatkan perhatian pada upaya menyelesaikan masalah.

5. Lihat peluang yang ada, mungkin ada kesempatan yang dapat diambil.

6. Sesegera mungkin bertindak untuk melindungi cash flow perusahaan.

Apabila yang terjadi adalah krisis keuangan, segeralah bertindak jangan menunggu komplitnya bukti-bukti. Hal-hal yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan penjualan jangka pendek (increasing short term sales)

2. Menjaga atau meningkatkan laba perusahaan (maintaining or increasing profit margins on sales if possible)

3. Mengurangi biaya (reducing expenses):

· Mengurangi biaya yang tidak diperlukan (eliminating non-essential expenses),

· Menjual asset yang tidak strategis (selling non-mission critical assets),

· Mengurangi gaji (reducing payroll),

· Outsource sumber daya yang tidak terlalu dibutuhkan (outsourcing non-mission critical operations)

4. Negosiasi ulang pinjaman dan hutang perusahaan apabila dimungkinkan atau menunda waktu pembayaran (renegotiating loans and other debts wherever possible - obtaining interest-only loans or extended payment terms)

Jika yang terjadi adalah krisis PR, bertindaklah secara cepat untuk mencegah atau meng-counter informasi atau pemberitaan negative yang sudah tersebar. Menutup diri akan membuat pemberitaan media semakin intensif. Gunakan setiap media yang ada untuk menjelaskan, mengklarifikasi pemberitaan yang terjadi atau mempertanyakan kredibilitas pemberitaan yang ada.

Business Continuity Plan

“Here are some facts that show the importance of Crisis Management/Business Continuity Planning: there were 930 companies operating from the world Trade Center towers when the September 11 attacks took place. 18 month later, 550 of them had gone out of business. Post the WTC attacks, they were not able to deliver on their commitment to their stakeholders. In fact, approximately 40% of all businesses that experience a disaster never re-open end up closing within 2 years. 43% of companies that have suffered a significant disaster typically take about 2 months or longer to recover fully from the event”

Aditi

Dalam kejadian di mana krisis sudah meledak, atau tidak dapat dihindari dampaknya terhadap perusahaan, kontinuitas rencana bisnis adalah untuk meminimalkan gangguan dan kerusakan. Ia melibatkan orang-orang yang mengidentifikasi fungsi dan proses yang sangat penting bagi kelangsungan bisnis, kemudian merancang contingency plan untuk menghadapi potensi kerugian.

Elemen penting yang kadang-kadang diabaikan adalah untuk menguji Business Continuity Plan. Perusahaan yang memiliki Business Continuity Plan akan berada di posisi yang lebih baik untuk meminimalkan dampak krisis bagi bisnis dan kondisi keuangannya. Selain itu, eksekutif mungkin menemukan bahwa proses pengembangan rencana-rencana tersebut juga memiliki manfaat. Organisasi mereka lebih peka terhadap situasi krisis yang mungkin dapat mengganggu bisnis dan mempengaruhi biaya operasional, keuntungan dan pertumbuhan secara keseluruhan. Akibatnya mereka manajer merespon lebih cepat dan efektif.

Steven Fink dalam Crisis Management - Planning for the inevitable, menjelaskan: "A crisis is an unstable time or state of affairs in which a decisive change is impending-either one with the distinct possibility of a highly desirable and extremely positibe outcome, or one with the distinct possibility of a highly undesirable outcome. It is usually a 50-50 proposition, but yoy can improve the odds".

Menurut Drs. Sudarto, esensi manajemen krisis adalah upaya untuk menekan faktor ketidakpastian dan faktor resiko hingga tingkat serendah mungkin, dengan demikian akan lebih mampu menampilkan sebanyak mungkin faktor kepastiannya. Sebenarnya yang disebut manajemen krisis itu diawali dengan langkah mengupayakan sebanyak mungkin informasi mengenai alternatif-alternatif, maupun mengenai probabilitas, bahkan jika mungkin mengenai kepastian tentang terjadinya, sehingga pengambilan keputusanan mengenai langkah-langkah yang direncanakan untuk ditempuh, dapat lebih didasarkan pada sebanyak mungkin dan selengkap mungkin serta setajam (setepat) mungkin informasinya. Tentu saja diupayakan dari sumber yang dapat diandalkan (reliable), sedangkan materinya juga menyandang bobot nalar yang cukup. Manajemen krisis membedakan situasi krisis menjadi : pra-krisis dan krisis. (1) Situasi Pra-krisis adalah situasi masih tenang dan stabil, bahkan tanpa tanda-tanda akan terjadinya krisis, sedangakan (2) Situasi Krisis dirinci dalam tahap-tahap (a) prodimal; (b) akut (c) kronik, dan (d) pengakhiran (resolution). Pada tahap prodomal, hadir tanda-tanda, pada tahap akut, terjadi kerusakan (damage), pada tahap kronik, krisis akan berlanjut yang lebih parah, dan pada tahap pengakhiran, krisis berakhir/teratasi. Bahwa keempat tahap tersebut dapat terjadi berhimpitan dalam jangka waktu yang singkat, seperti misalnya terjadi pada flu, namun dapat juga terjadi hal sebaliknya, krisis yang berlarut-larut memakan waktu lama dan panjang. Krisis jenis pertama dikenal sebagai krisis berhulu ledak pendek (short fused crisis), sedangkan yang berlarut disebut sebagai krisis berhulu ledak panjang (long fused crisis). Tetapi tidak semua krisis berkembang dalam empat tahap tersebut. Cukup banyak krisis yang melompat dari tahap prodomal langsung ke tahap penyelesaian. Tahapnya dapat berkurang, tetapi tidak pernah lebih dari empat. Adalah tugas manajemen krisis untuk mencegah terjadinya suatu krisis, dan seandainya tidak dapat lagi tercegahkan, adalah tugasnya pula untuk secepat mungkin menghalaunya masuk ketahap penyelesaian. [7]

Upaya Penanggulangan Krisis.[8]

Peramalan (Forcasting). Sebagaimana dijelaskan dimuka bahwa manajemen krisis bertujuan untuk menekan faktor-faktor resiko dan faktor ketidakpastian hingga seminimal mungkin. Untuk itu orang melakukan peramalan terhadap krisis (forcasting) pada situasi Pra-krisis. dalam manajemen krisis, agar memudahkan dalam mempetakan krisis, peramalan digambarkan pada Peta Barometer Krisis.

Pencegahan (prevention). Langkah-langkah pencegahan ini lebih cocok diterapkan untuk menanggulangi krisis pada situasi Pra-Krisis. Mencegah agar krisis tidak terjadi, atau jika diperkirakan tidak mungkin dicegah terjadinya, diupayakan agar tidak usah masuk ke tahap berikutnya yaitu tahap akut, jika ia kelak betul-betul terjadi. Untuk itu, begitu ada tanda-tanda terlihat, segera dapat langsung diarahkan ke tahap penyelesaian. Pencegahan juga berupaya mengalihkan tempat dan waktu terjadinya krisis, dan juga berupaya mengendalikannya, jika ia kelak terjadi. Upaya pada tahap prakrisis adalah untuk mencegah terjadinya krisis ikutan terhadap suatu krisis yang tak terelakkan. Intervensi (Intervantion). Semua langkah-langkah yang ditempuh untuk menanggulangi krisis pada tahap/situasi krisis adalah intervensi.dengan tujuan agar krisis cepat berakhir, agar krisis meledak pada titik waktu dengan tingkat kesiagaan tinggi, atau digeser ke lingkungan tertentu, atau agar krisis yang terjadi dapat dikendalikan. Pengendalian terhadap kerusakan (damage control) digerakkan atau diterapkan pada tahap akut, termasuk dalam pengendalian terhadap krisis. Langkah-langkah pengendalian terhadap kerusakan diawali dengan langkah : (1) Identifikasi, kemudian langkah (2) Isolasi/pengucilan, kemudian langkah (3) membatasi/limitation, langkah (4) menekan/reduction dan diakhiri dangan langkah (5) pemulihan/recovery.

Krisis sebagaimana halnya dengan konflik, tidak dengan sendirinya berdifat negative, tetapi perubahan yang menentukan yag menjadi kata kunci, dapat berembang kea rah yang positif, namun dapat juga sebaliknya. Karena itu yang dikelola adalah factor resiko dan factor krtidakpastiannya, agar masa depan dapat lebih diperkirakan.

Manajemen krisis: Sebuah Tantangan Kepemimpinan.

Manajemen krisis saat ini telah menjadi salah satu komponen penting dalam dunia bisnis. Saat ini tidak ada satu bisnis pun yang kebal terhadap krisis. Krisis dapat menyerang perusahaan dengan berbagai bentuk seperti serangan teroris, kecelakaan kerja, product recall atau bencana alam. Manajemen krisis berkaitan erat dengan public relations dimana citra dan harga diri perusahaan dipertaruhkan.

Kerangka kerja kepemimpinan untuk manajemen krisis.

Seorang pemimpin haruslah secara institusional dalam bertindak menghadapi krisis manajemen dengan cara melakukan antisipasi, persiapan dan meredakan kemungkinan krisis yang akan datang. Untuk memastikan mekanisme manajemen krisis berjalan dengan efektif maka dukungan dan keterlibatan pimpinan mutlak dibutuhkan.

Langkah pertama yang harus diambil oleh pimpinan adalah menyusun tujuan dari crisis management plan yang dibuat berdasarkan filosofi dan nilai dari perusahaan. Kepemimpinan yang baik haruslah bisa membantu top management dalam menyusun kebijakan manajemen krisis, dengan mendefinisikan dan mengidentifikasi level-level krisis yang terjadi dalam perusahaan. Hal ini menunjukan komitmen pimpinan terhadap penyelesaian krisis.

Langkah kedua dalam proses manajemen krisis adalah untuk mengidentifikasi segala kemungkinan yang menyebabkan terjadinya krisis di dalam perusahaan. Peran pemimpin pada tahap ini adalah memperkuat tim manajemen krisis untuk mempelajari dan menganalisis dengan melihat berbagai variable yang mempengaruhi seperti tingkat pertumbuhan industri, perubahan dunia bisnis, tekanan pasar dan lain-lain.

Langkah selanjutnya adalah untuk memastikan bahwa strategi komunikasi berjalan secara efektif. Dengan begitu diharapkan terciptanya komunikasi yang konsisten, baik di dalam perusahaan (internal) dan dengan stakeholders atau mitra (eksternal).

Membangun hubungan yang baik dengan stakeholders adalah salah satu peran pemimpin yang sangat penting. Dengan hubungan baik tersebut diharapkan dapat membantu perusahaan dalam menghadapi krisis yang terjadi. Pemimpin pada level tertentu harus memastikan bahwa karyawan sudah diberikan pendidikan dan pelatihan untuk menghadapi manajemen krisis. Kesiapan karyawan dan perusahaan dalam menghadapi krisis haruslah dipantau dari waktu ke waktu dengan melakukan simulasi-simulasi krisis.

Penyelesaian Krisis

Salah satu karakter krisis adalah adanya kejutan maka tekanan yang kuat pada saat penyelesaian krisis adalah bagian dari manajemen krisis. Ketika tidak ada rencana dalam menghadapi krisis tetapi perusahaan memiliki rencana praktis dan mempunyai kesiapan maka perusahaan dapat menghadapi krisis yang mungkin akan terjadi.

Crisis management plans harus didesain secara teliti untuk menghadapi berbagai level krisis yang mungkin terjadi. Maka apabila terjadi kondisi kritis perusahaan dapat mendefinisikan dan merespon dengan baik krisis yang terjadi. Lebih jauh lagi perusahaan dapat memberikan arah yang spesifik dan arahan tersebut dapat berakibat pada persepsi stakeholders dan masyarakat umum.

Kasus klasik mengenai manajemen krisis adalah bagaimana kesuksesan Johnson & Johnson menangani krisis Tylenol pada awal 80an. James Bruke CEO Johnson & Johnson memimpin timnya dan memberikan arahan berdasarkan prinsip-prinsip yang ada di Johnson & Johnson dimana perusahaan bertanggung jawab kepada konsumennya dan stakeholders, seperti karyawan dan pemegang saham. Melalui persiapan pemimpin dapat memerintahkan bagaimana dan apa yang harus dilakukan. Tetapi ketika krisis menyerang kepemimpinan adalah mengenai ”bagaimana menjadi pemimpin yang baik” daripada “harus melakukan apa”.

Mengantisipasi krisis dapat dilakukan dengan menggunakan perencanaan strategik dan manajemen resiko, tetapi setiap krisis haruslah dihadapi secara serius oleh pimpinan. Setiap pemimpin harus dapat belajar dari setiap krisis yang terjadi dan mengkomunikasikan krisis kepada publik secara jujur. Gambar diatas menunjukan bagaimana siklus dalam mengidentifikasi krisis, menangani dan yang paling penting adalah belajar dari tindakan-tindakan dalam menangani krisis dan mengambil hikmah dari setiap krisis sebagai pondasi utama dalam menciptakan sebuah perubahan yang lebih baik dari perusahaan.

crisframe

Gambar 1 : Leadership Framework

crisdriv

Gambar 2 : Crisis as a trigger for change

Gambar di atas menunjukkan bagaimana mengidentifikasi siklus krisis, mengelolanya, dan yang paling penting adalah bagaimana mengambil pelajaran dari tindakan dalam mengelola krisis dan mengkomunikasikan pelajaran yang diambil sebagai dasar untuk membuat sebuah perubahan yang lebih baik bagi perusahaan.

Setiap korporasi tentu berharap tidak menghadapi krisis, situasi yang menyebabkan terjadinya gangguan bisnis secara signifikan yang merangsang cakupan luas media. Keterbukaan informasi yang merupakan hasil dari pemberitaan media, seringkali mempengaruhi jalannya bisnis perusahaan dan dapat memberikan dampak negative dalam hal keuangan, politik, dan hukum. Besarnya nilai kerugian harus dikhawatirkan, terutama saat krisis tidak ditangani dengan baik dalam kontek persepsi media dan opini public. Manajemen krisis bertujuan memberikan respon yang tepat di saat yang tepat.

Beberapa pedoman umum dibawah ini dapat membantu pada saat krisis.[9]

1. Mempersiapkan contingency plan (anggota tim krisis manajemen dapat dibentuk dalam waktu singkat, selalu adakan pelatihan untuk menghadapi berbagai macam krisis)

2. Segera umumkan bahwa official spokesperson yang berhak bicara dan memberikan keterangan tentang krisis ke masyarakat dan media adalah anggota tim krisis.

3. Bergerak cepat (jam pertama ketika krisis terjadi sangat krusial, karena media sering memberikan informasi berdasarkan kejadian awal krisis).

4. Gunakan konsultan manajemen krisis (saran dari konsultan PR sangat penting).

5. Memberikan informasi yang akurat dan benar (ingat, mencoba untuk memanipulasi informasi akan berbalik menjadi bahaya jika kebenaran ditemukan!)

6. Ketika memutuskan bertindak, jangan hanya mempertimbangkan kerugian jangka pendek, tetapi juga fokus pada efek jangka panjang.

Eksekutif di semua tingkat organisasi bekerja untuk mengelola krisis dan sering melakukannya dalam hitungan hari.

Keterampilan mereka benar-benar diuji ketika mereka harus mengelola krisis yang memiliki potensi untuk mengganggu proses jalannya organisasi, sumber pendapatan, biaya operasional, harga saham, dan posisi kompetitif bisnis terus-menerus.

Krisis manajemen yang paling efektif dapat mendeteksi kemungkinan terjadinya krisis dan ditangani dengan cepat - sebelum efeknya berimbas ke bisnis perusahaan.

15 Kesalahan Dalam Manajemen Krisis


Dengan berbagai krisis yang terjadi di seluruh dunia, jelas bahwa ada banyak kesalahan yang dilakukan perusahaan sehingga perlu untuk menerapkan manajemen krisis.

Evan Bloom[10] telah mengidentifikasi 15 kesalahan yang biasa terjadi saat perusahaan menangani krisis:

1. Tidak menjalankan audit yang ketat (Not running vulnerability audits)

Perusahaan yang tidak menerapkan audit yang ketat, pada dasarnya, mengabaikan peluang untuk mengidentifikasi potensi risiko. Karena risikolah yang dapat menyebabkan krisis PR, perusahaan disarankan untuk mengambil langkah-langkah untuk menutup semua potensi resiko dengan audit yang ketat.


2. Tidak memiliki perencanaan (
Poor scenario planning)

Bagaimana Anda tahu jika Anda dapat mengelola krisis jika Anda tidak memiliki skenario yang dibutuhkan untuk melakukannya? Sebagian besar perusahaan mengabaikan perencanaan untuk berbagai skenario sebelum terjadi krisis, karena terlalu percaya diri dapat 'menyelesaikan masalah ketika terjadi'. Ketika krisis tiba mereka segera menyadari bahwa skenario persiapan membutuhkan waktu dan sumber daya, dan terlalu terlambat untuk mulai mempersiapkan bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.


3. Tidak ada rencana krisis PR (
No PR crisis plan)

Perusahaan tidak menyadari bahwa rencana krisis PR memberikan kerangka kerja dalam mengelola krisis dan berbagai strategi yang dibutuhkan untuk menangani bencana dan berkomunikasi dengan semua pihak yang terkait. Jika tidak memiliki rencana krisis PR, perusahaan akan menghabiskan banyak waktu untuk menganalisa apa yang terjadi, apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya dan siapa yang harus melakukannya. Pada saat mereka memiliki rencana, semua sudah terlambat, media sudah membuat pemberitaan, karyawan resah dan mulai berspekulasi atas masa depan perusahaan, kepercayaan publik menurun karena merasa kuatir melihat ketidakmampuan perusahaan menangani isu-isu yang terjadi.


4. Tidak ada simulasi krisis (
No crisis exercises)

Sangat sedikit perusahaan melakukan simulasi krisis (seperti latihan kebakaran, evakuasi karyawan, ancaman bom, dan lain-lain) untuk menguji efektifitas komunikasi dan kesiapan rencana menghadapi krisis. Perusahaan perlu mengadakan simulasi krisis secara teratur untuk memastikan kontinuitas rencana bisnis mereka. Simulasi ini membantu mempersiapkan perusahaan untuk menangani krisis dan juga semua proses evakuasi sehingga mereka berada pada tempat yang tepat pada waktu yang tepat.


5. Komunikasi internal tidak efektif (
Poor internal communications)

Banyak perusahaan lupa bahwa juru bicara perusahaan garda depan haruslah staf mereka. Pihak yang terlebih dulu diinformasikan ketika terjadi sesuatu pada perusahaan adalah karyawan. Tidak hanya bertujuan agar karyawan mengetahui permasalahan yang terjadi, tetapi juga posisi karyawan untuk menjawab pertanyaan dari teman-teman dan keluarga mereka. Karyawan harus memiliki kesempatan untuk mengajukan pertanyaan tentang apa yang terjadi di perusahaan dan bagaimana perusahaan akan mengatasinya.


6. Komunikasi eksternal tidak bekerja (Poor external communications)

Perusahaan harus memastikan mereka berkomunikasi secara proaktif dengan media dan publik eksternalnya. Perusahaan harus berkomunikasi dengan semua pelanggan, mitra, pemegang saham dan supplier serta memastikan mereka mempunyai informasi yang benar, akurat dan up to date tentang perusahaan. Semua pihak harus menerima setiap informasi baru yang ada dan memiliki akses untuk menghubungi perusahaan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan.


7. Memperlakukan media seperti musuh (Treating the media like the enemy)

Mengadopsi sebuah sikap agresif terhadap media dan memperlakukan sebagai musuh tidak akan membantu perusahaan dalam krisis. Perusahaan harus mulai untuk melihat media sebagai bagian terpenting dari nilai rantai komunikasi mereka. Menjalin hubungan baik dengan media sebelum krisis akan sangat membantu bagi sebuah perusahaan ketika berada dalam kesulitan.


8. Mengabaikan krisis (Initiating ostrich management strategies)

Mengabaikan media, staf, mitra dan pelanggan dan berharap semuanya akan selesai merupakan kesalahan yang fatal bagi organisasi. Kenyataannya krisis tidak pergi karena mereka diabaikan.


9. Tidak berkomunikasi dengan public (Not communicating frequently)

Sayangnya, banyak perusahaan berasumsi bahwa jika mereka mengeluarkan siaran pers atau wawancara justru akan mengingatkan public terhadap masalah yang terjadi dan membuat persepsi public semakin buruk terhadap perusahaan. Banyak perusahaan yang gagal untuk menyadari bahwa mereka perlu berkomunikasi selama masa krisis. Semakin serius krisis, semakin banyak media yang akan memberitakan, dan semakin banyak berita actual yang diperlukan setiap hari.


10. Penggunakan pesan (Poor use of messaging)

Beberapa perusahaan memberikan pesan yang tidak memiliki nilai yambah terhadap penyelesaian krisis, tidak menerima informasi dari masyarakat, dan tidak berkomunikasi empati atau perusahaan menyediakan masyarakat umum dengan bukti yang ada adalah perusahaan yang bersangkutan dan melakukan sesuatu untuk mengendalikan situasi. Banyak perusahaan ketika krisis masih beriklan produk seperti biasa dan melanjutkan bisnisnya.


11. Tidak ada tim krisis (No crisis team)

Dalam banyak kasus, ketika krisis terjadi, perusahaan perlu terus beroperasi seperti biasa. Tim krisis bertanggung jawab untuk mengelola krisis dan memungkinkan perusahaan untuk melanjutkan bisnisnya seperti biasa. Tidak memiliki sebuah tim di tempat krisis akan menciptakan persepsi bahwa manajemen perusahaan tersebut berjalan tanpa pemimpin dan tidak memiliki arah strategis. Anggota tim inti krisis adalah juru bicara yang perlu secara teratur berbicara dengan semua audiens dalam jangka waktu yang relatif lama.

12. Tidak mengoptimalkan situs web perusahaan (Poor use of the company website)

Dalam krisis, situs perusahaan adalah salah satu media komunikasi yang paling penting. Banyak perusahaan tidak menyadari bahwa segera setelah terjadi sesuatu, media dan anggota masyarakat akan mengakses situs web untuk melihat apa yang perusahaan katakan. Tidak memberikan keterangan apapun pada website perusahaan adalah sama dengan mensia-siakan kesempatan. Perusahaan harus menyadari bahwa segera setelah terjadi sesuatu masyarakat akan melihat pernyataan perusahaan yang relevan dengan kejadian pada situs web. Maka penting pagi perusahaan untuk selalu meng- update setiap informasi sesuai dengan perubahan yang terjadi.

13. Meremehkan dampak krisis (Downplaying the severity of the crisis)

Perusahaan kadang-kadang berpikir bahwa krisis tidak akan muncul untuk menjadi hal 'yang buruk'. Mereka tidak menyadari bahwa media, masyarakat dan karyawan perusahaan dapat melihat perusahaan tidak peduli dengan krisis yang ada.

14. Hubungan yang buruk dengan staf dan pelanggan setelah krisis (Not reconnecting with staff and costumers after crisis)

Banyak perusahaan hanya kembali ke 'bisnis seperti biasa' setelah krisis berakhir. Mereka gagal untuk kembali membangun hubungan baik dengan staf dan pelanggan. Perusahaan harus memastikan bahwa semua keraguan public sudah terjawab dengan baik, bahwa kepercayaan public terhadap perusahaan, merek, produk, barang dan jasa telah kembali. Perusahaan harus terbuka untuk komunikasi dari semua pihak yang berkepentingan, yang memungkinkan mereka untuk mengajukan semua jenis pertanyaan sampai mereka merasa puas bahwa 'segalanya baik-baik saja'.


15. Tidak mengadakan evaluasi setelah krisis (Not holding a crisis post-mortem)

Setelah krisis berlalu, banyak perusahaan kembali menjalankan bisnis seperti biasa. Beberapa perusahaan mencoba untuk mengevaluasi dengan mengidentifikasi mengapa krisis terjadi, termasuk bagaimana cara menghindari dan membuat rencana untuk memastikan tidak terjadi lagi. Evaluasi paska Krisis adalah proses pembelajaran yang baik. Memberikan pelajaran bagaimana perusahaan merespon dan mencegah krisis terjadi di masa depan. Perusahaan yang baik hendaklah melakukan evaluasi dan mengambil pelajaran dari apa yang terjadi di masa lalu.

Artikel Bab 3

a

Bobby Gafur Umar

Kapten Kebangkitan Bakrie & Brothers

Dalam usia yang masih muda, Bobby Gafur Umar, 35 tahun, mendapat kepercayaan sebagai Presiden Direktur PT Bakrie & Brothers Tbk sejak Agustus 2002. Bobby optimis dapat mengembalikan kejayaan kelompok usaha yang dibangun oleh Alm H. Achmad Bakrie, ayah Aburizal Bakrie, konglomerat terkenal. Bahkan, ia yakin dapat melampaui kejayaannya zaman dulu.

Kepercayaan besar yang diberikan kepadanya merupakan ganjaran atas usaha Bobby melepaskan Bakrie & Brothers dari belitan utang yang cukup besar. Utang senilai US$ 1,086 miliar pada November 2001 itu berhasil direstrukturisasi melalui penukaran utang menjadi aset pihak kreditur (debt to equity swap).

Walaupun akibatnya keluarga Bakrie yang sebelumnya merupakan pemegang saham mayoritas kini hanya memiliki saham 2,5 persen. Namun yang terpenting, Bakrie & Brothers tidak lagi memiliki utang dan menyisakan utang pada anak perusahaan yang bisa mereka bayar. Itulah sebabnya Bobby optimistis bahwa Bakrie & Brothers akan kembali besar, bahkan melampaui kejayaannya zaman dulu.

Menjadi presiden direktur pada PT Bakrie & Brothers Tbk, menurut Bobby Gafur Umar bukan karena kedekatan dengan keluarga Bakrie. Kariernya di Bakrie & Brothers digapai melalui sebuah proses yang cukup panjang dan lama. Ancaman krisis yang terjadi di perusahaan ini, menjadikan dia semakin berupaya keras untuk membuktikan unit-unit yang dipimpinnya bisa berhasil. ”Saya seorang profesional. Saya diangkat dan dievaluasi oleh pemegang saham,” katanya.

Meski tergolong muda, Bobby sudah menunjukkan prestasi dalam perjalanan kariernya sejak 1995 di Bakrie & Brothers. Boleh dibilang kariernya dihabiskan di grup usaha ini. Di luar itu, dia hanya pernah bekerja sebagai asisten manajer pada perusahaan konsultan kurang dari satu tahun sebelum mengambil program MBA di University of Arkansas, Amerika Serikat.

Setelah menyelesaikan pendidikan masternya dan kembali ke Indonesia, Aburizal Bakrie menawarinya bekerja di perusahaannya. Perkenalannya dengan Ical, panggilan Aburizal Bakrie terjadi ketika sama-sama menjadi pengurus Persatuan Insinyiur Indonesia (PII).
Kesempatan ini tidak dilewatkannya dengan pertimbangan Bakrie sebagai kelompok usaha yang punya prospek cukup baik dari segi aset dan sumber daya manusia. Bakrie dianggap sebagai tempat yang bagus untuk belajar.

Pria berkulit putih ini pertama masuk sebagai Assistant Chairman Bakrie Group Of Companies. ”Di situlah saya dekat Pak Ical, seseorang yang langsung mengetahui visi dan misi kelompok usaha Bakrie. Saya belajar bagaimana Pak Ical memandang bisnis, karakter bisnis semuanya langsung dari dia,” tutur jebolan Fakultas Teknik Universitas Trisakti pada 1992 ini.

Dari sana, dia kemudian dipindahkan ke sektor perkebunan sebagai Restructuring & Acquisition Project Manager PT Bakrie Sumatera Plantation hingga menduduki jabatan direktur. Pada saat yang bersamaan dia juga menjadi Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) hingga sekarang.

Ketika di sektor perkebunan ini, dia membangun konsep otonomi. Masing-masing perkebunan harus memiliki pimpinan untuk mengambil keputusan yang sebelumnya harus dari pusat. Dengan begitu pengambilan keputusan tidak lama dan perusahaan bisa berkembang cepat.

Konsep ini kemudian diterapkan di unit-unit usaha Bakrie.

Sewaktu memimpin unit usaha perkebunan, Bobby memutuskan tinggal di Jambi. ”Saya beranggapan kalau benar-benar mau belajar harus tinggal di operasionalnya langsung,” ujarnya.

Bobby menilai Bakrie & Brothers adalah perusahaan dengan budaya kerja yang baik dan visi yang jelas. Melihat prosek yang bagus ini, ayah tiga anak ini menekankan tidak berniat pindah dari Bakrie & Brothers. Padahal ketika perusahaan gonjang-ganjing, Bobby dengan mudah bisa hengkang ke perusahaan besar lainnya yang masih mapan.

”Banyak orang yang bertanya kepada saya apakah akan terus bertahan di Bakrie. Saya katakan direksi adalah orang yang ditunjuk oleh pemegang saham. Ada laporan pertanggungjawaban. Sepanjang saya bekerja baik saya akan tetap di sini. Saya belum pernah berpikir untuk keluar,” katanya terus terang.

Dia mengakui ketika di perkebunan ada beberapa perusahaan besar yang menawarkan pekerjaan dengan jabatan yang bagus. Tapi dia katakan kepada mereka, ”Saya belum ada rencana”.

Masa 1997 – 2001 menurut Bobby merupakan perjalanan pahit bagi perusahaan itu. Saat krisis mulai melanda, manajemen memutuskan untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul. Bobby yang saat itu masuk sebagai anggota tim restrukturisasi, mengatakan permasalahan ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut meski belum mengetahui skema penyelesaiannya. “Tapi kami yakin akan menjalaninya,” tutur Bobby yang berkarier di Bakrie & Brothers mulai 1995.

Sejak itu, manajemen harus bekerja keras untuk meyakinkan para kreditor, perbankan maupun lembaga keuangan dengan perencanaan penyelesaian restrukturisasi yang bisa diterima.

Tetapi kendala yang dihadapi tidak hanya dari faktor eksternal, juga internal perusahaan. Banyak di antara manajer puncak yang tidak yakin apabila Bakrie & Brothers akan bisa memulihkan bisnis. Mereka yakin Bakrie & Brothers tidak bisa menyelesaikan utang dan tidak mampu bertahan lama sehingga memilih hengkang dari perusahaan.

Bobby mengatakan perjalanan bisnis Bakrie & Brothers mengalami tiga tahap. Pertama, prakrisis di mana Bakrie menikmati masa-masa jayanya. Pada saat itu, tuturnya, bisnis di Indonesia sangat mudah, uang dengan mudah diperoleh sehingga ekspansi bisnis tidak menjadi masalah. Tahap kedua merupakan ujian bagi Bakrie dengan datangnya krisis.

Pada saat ini katanya, tidak ada pengembangan sama sekali. Semua unit usaha dikonsolidasikan hingga mencapai tahap ketiga yakni tahap restrukturisasi bisa diselesaikan. “Sekarang kami sudah melewati masa-masa sulit, karena itu saya percaya Bakrie & Brothers akan bisa kembali berkompetisi. Kami adalah salah satu perusahaan dari kelompok usaha terbesar di Indonesia yang menyelesaikan restrukturisasi utangnya dengan sangat baik,” kata Bobby dengan raut wajah serius.

Boleh dibilang tahun 2001 menjadi awal bagi Bakrie & Brothers untuk meraih sukses. Pada tahun itulah restrukturisasi utang bisa diselesaikan dan berhasil membukukan laba usaha Rp 61,4 miliar, lebih tinggi 70 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya Rp 36,2 miliar. Pencapaian laba ini mengejutkan setelah menghadapi serangan krisis yang sangat berat.

Laba terbesar diperoleh dari sektor infrastruktur Rp 40,8 miliar dan Rp22, 8 miliar dari sektor telekomunikasi. Dari sektor yang terakhir ini, laba yang diperoleh naik 117 persen dari Rp 10,5 miliar dari tahun 2001.

Bobby, mengemukakan tim manajemen merencanakan restrukturisasi usaha melalui konsolidasi sejumlah unit usaha dengan melihat potensi yang ada pada Bakrie & Brothers. Pertama, sektor pendukung infrastruktur yang mencakup pembuatan pipa, komponen bangunan dan jasa engineering. Kedua, sektor telekomunikasi.

Untuk sektor pertama, yakni mendorong unit usaha untuk mengoptimalkan kapasitas terpasang. Di bidang ini, beberapa unit usaha ternyata sudah kapasitas penuh sehingga perlu pengembangan. Contohnya, salah satu unit usaha Bakrie & Brothers yakni Bakrie Building Industries (BBI) sudah mencapai over capacity atau over optimum akibat tingginya permintaan bahan bangunan. BBI merencanakan menambah dua line mesin dengan investasi Rp 50 miliar – Rp 60 miliar untuk menambah kapasitas terpasang.

Namun untuk sementara, karena kesulitan modal rencana ini belum bisa diwujudkan. Penambahan mesin itu mendesak dilakukan karena pertumbuhan di sektor bangunan semakin meningkat. Di tengah pertumbuhan ekonomi 3,5 persen pada 2001 ternyata pertumbuhan di sektor bangunan bisa mencapai 6 persen. Ini, menurut Bobby menunjukkan tanda-tanda berjalannya kembali pembangunan sudah mulai.

Selain itu, Bobby mengutarakan manajemen juga sedang mengevaluasi sejumlah bisnis Bakrie apakah masih sejalan dengan bisnis inti. Hal itu berkaitan dengan peluang yang ada dari luar.

“Kami akan pilih beberapa bisnis saja yang benar-benar berkembang dan punya peluang lebih besar ke depan. Yang lain kita lihat apakah akan didivestasi lewat aliansi strategis untuk memperkuat posisi atau dijual untuk dibuat holding baru di luar Bakrie & Brothers,” papar Bobby.

Khusus untuk pipa, yang menjadi salah satu bisnis inti Bakrie, manajemen merencanakan untuk menjadikannya sebagai satu perusahaan. Saat ini unit usaha pipa baja Bakrie & Brothers mempunyai tiga unit usaha yakni Bakrie Pipe Industries, South East Asia Pipe Industries (SEAPI) dan Seamless Pipe Indonesia Jaya (SPIJ). Dari ketiga perusahaan ini, SEAPI pada 2001 masih mencatat kerugian Rp 14,6 miliar.

Pasar pipa baja di Indonesia menurut Bobby sudah jenuh. Perkembangan kapasitas terpasang sudah hampir 1,3 juta ton padahal pasar dalam negeri hanya menyerap 300.000 ton. Dengan pertimbangan kondisi pasar demikian diprediksikan akan lebih menguntungkan bekerja sama dengan investor strategis. Langkah yang dilakukan saat ini adalah beraliansi dengan beberapa perusahaan pipa besar, salah satu di antaranya Tenaris Group dari Argentina di bidang pemasaran.

“Kita berpikir bagaimana kalau perusahaan ini dijadikan satu unit khusus pipa, mungkin nilai dan kompetensinya lebih bagus. Bisa joint dengan perusahaan lain sebagai salah satu pemegang saham sehingga pipa bisa diekspor dengan jumlah lebih besar. Tapi ini masih dalam tahap wacana,” katanya.

Bisnis telekomunikasi, agaknya juga menjadi andalan Bakrie & Brothers sebagai salah satu sektor usahanya. Di sektor ini ada lima perusahaan, yakni Bakrie Communications (BC), Ratelindo, Link Telecommunications (LINK), Bakrie Uzbekistan Telecom (Buztel) dan Multi Kontrol Nusantara (MKN).

Pada 2001 meski sektor telekomunikasi total menghasilkan laba sekitar Rp 22,8 miliar namun laba usaha masing-masing perusahaan mencatat kerugian atau mengalami penurunan. Ratelindo, misalnya merugi Rp 67,7 miliar, LINK turun menjadi Rp 11,7 miliar, sedangkan MKN merugi Rp 5,4 miliar. Akan tetapi kerugian ini masih lebih kecil dibandingkan tahun 2000.

Gambaran ini jugalah yang meyakinkan dirinya bahwa telekomunikasi mempunyai peluang besar. Bakrie & Brothers, ujarnya sudah mempunyai pengalaman yang lama di sektor ini dan memiliki kompetensi yang sudah teruji.

Tanggung Jawab

Bobby mengakui saat ini dirinya sangat beruntung di tengah dewan direksi yang solid dan pada umumnya masih berusia muda. Di antara struktur direksi yang tergolong ramping ini Bobby merupakan yang termuda. Belum lagi, direksi didukung oleh dewan komisaris yang sangat berpengalaman di Bakrie & Brothers. Agaknya inilah yang memberi nuansa baru bagi Bakrie & Brothers untuk mulai meraih kesuksesan.

Ditegaskannya untuk meraih itu harus ada perencanaan jangka panjang ke depan. Harus ada pembaruan di bidang manajemen maupun perencanaan perusahaan. Sebagai presiden direktur, tanggung jawab mengendalikan operasional perusahaan dinilainya cukup berat. Sekitar 10.000 karyawan termasuk dari perkebunan masa depannya di bawah Bakrie & Brothers. Untuk itu, Bakrie & Brothers, katanya harus tetap berjalan.

“Saya sadari situasi sudah sangat berbeda dan semakin sulit. Kita harus membaca situasi ini, bagaimana harus memanfaatkan kompetensi untuk bersaing di pasar global,” ujarnya.

Bobby menekankan Bakrie & Brothers akan mampu berkompetisi didukung pengalaman bisnis yang sudah puluhan tahun, sumber daya manusia yang kompeten dan jaringan yang luas. Perlahan-lahan Bakrie & Brothers sudah menunjukkan perbaikan. Kinerja keuangan dari segi operasional semakin meningkat. Namun, kondisi eksternal yakni ekonomi makro belum mendukung. Akibatnya keuntungan agak berkurang karena adanya ekonomi biaya tinggi.

Tak pelak efisiensi di tubuh perusahaan juga harus dilakukan. Semua unit usaha berjalan dengan segala kemampuan yang ada dengan biaya yang rendah dan tidak boleh terjadi ekonomi biaya tinggi. “Good corporate management menjadi policy yang sudah jalan, mulai dari atas hingga ke unit-unit bawah harus menjalankan semuanya,” katanya.

Mengayunkan langkah sebagai pimpinan tertinggi pada sebuah kelompok usaha besar di tengah situasi makro yang masih gonjang-ganjing seperti sekarang ini menjadi tantangan baginya. Namun, itu tidak menyurutkan langkahnya untuk membawa kembali Bakrie & Brothers pada kesuksesan yang sempat hilang.


*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Lampiran Bab 3

a

Perencanaan manajemen krisis[11]

Perencanaan manajemen krisis:

Isi

Keterangan

Pendahuluan

  • Definisi singkat mengenai tujuan, ruang lingkup dan kesesuaian perencanaan dengan operasi/bisnis/lokasi perencanaan lainnya.
  • Prinsip praktik terbaik (prinsip/nilai bisnis)

Definisi dan proses peningkatan

  • Penjelasan mengenai tingkatan krisis yang berbeda dalam proses peningkatan dan pemicu timbulnya krisis.

Struktur tim manajemen krisis

  • Penjelasan mengenai struktur tim manajemen krisis (TMK); komposisi, peranan dan tanggung jawab tim secara garis besar

Daftar nama anggota TMK

  • Meliputi peranan ketua/pemimpin TMK, teknisi/operasional, corporate affairs, sumber daya manusia(SDM), HSE, hukum, hubungan konsumen, peraturan/pemenuhan, dan administrasi.

Cara mengatur respon media dalam situasi krisis

  • Pedoman praktik terbaik
  • Pedoman pesan kunci
  • Memberikan pengarahan pada pembicara
  • Mempersiapkan dan mengatur jalannya konferensi pers
  • Pro forma pernyataan pemilik perusahaan

Cara mengatasi krisis lanjutan

  • Pedoman praktik terbaik

Manajemen informasi dalam krisis

  • Pedoman cara memprioritaskan, mengatur dan memberikan informasi dalam situasi krisis.

Fasilitas dan perlengkapan

  • Fasiltas dan perlengkapan untuk digunakan oleh setiap tim
  • Pedoman untuk mengatur ruangan

Daftar kontak/database stakeholder perusahaan diluar jam kerja

  • Memperbarui data secara teratur dan mudah untuk diakses

2 Strategi respon krisis

Strategi respon krisis

Tujuan

Sebagai contoh:

  • Meminimalisasi resiko terhadap masyarakat atau lingkungan
  • Meminimalisasi kerusakan reputasi dan komersil terhadap bisnis perusahaan
  • Menjaga kredibilitas dan kepercayaan konsumen atau pihak lain yang terpengaruh
  • Menjaga kredibilitas dan kepercayaan otoritas dan komunitas
  • Meminimalisasi potensial untuk proses pengadilan
  • Merespon sesuai dengan prinsip atau nilai bisnis perusahaan

Penilaian resiko bisnis

Bagian ini harus berupa garis besar kemungkinan dan dampak dari:

  • Peningkatan situasi
  • Bisnis/lokasi/pasar yang terkena dampak
  • Hubungan yang dibentuk dengan perusahaan lain atau isu eksternal
  • Isu proses pengadilan, peraturan dan asuransi

Skenario potensial

Bagian ini kebanyakan berupa skenario kasus terburuk dalam istilah krisis/isu yang meningkat. Aktifitas operasional dan komunikasi diperlukan untuk merespon skenario kasus terburuk yang perlu untuk dipecah menjadi perencanaan stakeholder yang terpisah.

Pendekatan stratejik

Bagian ini harus berupa garis besar situasi saat ini dan strategi respon keseluruhan; langkah operasional apa yang perlu diambil dan dalam tingkatan mana aktifitas komunikasi akan menjadi proaktif atau reaktif.

Pesan kunci

Identifikasi pesan prioritas dan, jika sesuai, rantai stakeholder kunci, seperti pelanggan, komunitas lokal, karyawan dan penanam modal.

Ringkasan tindakan operasional

Prioritaskan daftar tindakan yang akan diambil

Ringkasan tindakan komunikasi

Prioritaskan daftar tindakan yang akan diambil

3 Daftar eskalasi

Tindakan yang harus dilakukan jika hal ini terjadi

Adalah langkah yang harus segera diambil, tindakan yang bertanggung jawab akibat krisis seringkali menuai kritik terhadap persepsi masyarakat secara keseluruhan mengenai bagaimana perusahaan menangani krisis. 48-72 jam pertama memperlihatkan bagaimana media melingkupi berita selanjutnya dan mendikte seberapa lama berita tersebut tetap menjadi agenda. Jika perusahaan dianggap kurang merespon, jurnalis akan merasa termotivasi untuk menggali lebih dalam dan meneliti lebih dekat untuk menemukan fakta baru. Jika perusahaan terlihat melakukan segala sesuatu yang dianggap ‘benar’ untuk membantu pihak lain yang terlibat dan membersihkan dampak krisis. Media akan berhenti membertahukannya dan ketertarikan media terhadap krisis akan berkurang secara cepat. Oleh karena itu, penting untuk bertindak dan berkomunikasi dengan segera setelah krisis muncul.

Prioritas tersebut antara lan adalah:

  • Memobilisasi tim manajemen krisis yang tepat untuk memberian informasi kepada manajemen senior
  • Segera ambil tindakan untuk membantu orang yang terkena dampak krisis
  • Ekspresikan rasa peduli dan simpati
  • Ciptakan kontak secara aktif dengan stakeholders kunci (pastikan dialog)
  • Berikan pengarahan kepada media secara proaktif; jaga arus komunikasi dengan memberikan informasi terbaru mengenai perusahaan secara teratur
  • Ciptakan perusahaan sebagai sumber informasi yang kredibel dalam situasi krisis

Tanyakan dan pertimbangkan pertanyaan dibawah ini:

  • Seberapa serius situasi krisis?
  • Seberapa cepat krisis ini dapat meluas?
  • Apa saja kemungkinan pemicu krisis tersebut terjadi?
  • Apa skenario kasus terburuk dalam krisis ini?
  • Apa yang akan mempengaruhi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung?
  • Apa yang sebenarnya dipertaruhkan?
  • Dimana dan dari siapa kita bisa memperoleh dukungan?
  • Siapa saja yang terlibat?
  • Bisakah situasinya diperbaiki?
  • Jika ya, sumber-sumber apa yang akan diperlukan?

Lalu pertimbangkan:

  • Apa yang akan menjadi permintaan perusahaan atau sumber unit operasi?
  • Apa dampak potensial terhadap keuangan yang dapat terjadi?
  • Apakah situasi ini menjamin peningkatan perencanaan internal lebih lanjut?

Setelah 48-72 jam sejak krisis muncul, penting bagi TMK untuk melakukan:

  • Memonitor reaksi stakeholders kunci, pastikan terjadinya dialog
  • Benahi pemikiran yang salah dan rumor yang beredar; laporan yang tidak akurat
  • Lakukan strategi evaluasi kritis; adaptasi dan jika diperlukan
  • Langkah selanjutnya, menjaga konsistensi anggota tim tapi kebebasan masing-masing anggota tetap diberikan
  • Hindari kepuasan yang berlebihan

Selalu mengingat pertimbangan hukum dibawah ini:

  • Pertimbangkan nasihat hukum dalam konteks dampak yang potensial terhadap reputasi perusahaan
  • Hindari kepedulian diluar kewajiban menjadi isu public
  • Jangan pernah berspekulasi mengenai penyebab krisis tapi tundalah pemeriksaan
  • Jangan sungkan untuk mengatakan “maaf” dan mengekspresikan rasa simpati atau peduli – hal ini tidak berdampak pada kewajiban
  • Pastikan untuk mengakhiri hukum untuk materi komunikasi
  • Pastikan isu kompensasi ditangani secara cepat dan sensitif

Ketika mempersiapkan materi komunikasi untuk pihak internal, berikan pengarahan kepada pembicara dan pertimbangkan respon strategis secara keseluruhan dengan mengingat:

  • Data ilmu pengetahuan dan teknis ditujukan atau diubah secara emosional
  • Persepsi merupakan realitas masyarakat, maka berikan respon yang mendasar
  • Rasakan penderitaan ‘korban’, dengan begitu secara otomatis kita menduduki landasan moral yang tinggi
  • Setiap langkah yang dilakukan perusahaan dimanapun di seluruh dunia dapat menjadi sorotan
  • Kepentingan politik, persepsi publik dan iklim media harus dibentuk menjadi keputusan strategik dan taktis



[1] http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/periskop/sulitnya-menjerat-si-kera-putih-2.html

[2] http://www.antara.co.id/arc/2007/7/25/soeharto-dan-keluarganya-dilaporkan-ke-mabes-polri/

[3] http://64.203.71.11/ver1/Ekonomi/0711/29/103429.htm

[4] http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/07/09/00540347/memulihkan.citra.dpr

[5] http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/03/20/58/93313/krisis-adam-air-beratnya-bisnis-udara

[6] http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2007/11/19/brk,20071119-111893,id.html

[7] http://www.dephan.go.id/modules.php?name=Sections&op=viewarticle&artid=56

[8] http://www.dephan.go.id/modules.php?name=Sections&op=viewarticle&artid=56

[9] www.12manage.com/methods_crisis_management_advice.html

[10] http://www.bizcommunity.com/Article/196/18/29789.html

[11] Judy Larkin, Strategic Reputation Risk Management, Palgrave Macmillan, New York, 2003, hal. 66-70

Tidak ada komentar:

Posting Komentar