Kamis, 29 September 2011

Bab 5 - Bagaimana Menghadapi Krisis?

Preparation will only take you so far, after that you got to take a few leaps of faith

(Micheal Scofield dalam Prison Break)

Setiap organisasi berpotensi menghadapi masalah setiap saat, dan mereka menyelesaikan dengan berbagai cara. Kadang-kadang suatu masalah cukup menyulitkan, apalagi saat masalah tersebut muncul dan menjadi perhatian publik melalui media. Masalah tersebut kemudian dianggap sebagai suatu krisis, dimana perusahaan menghadapi berbagai akibat antara lain berkaitan dengan hukum, politik, keuangan dan persepsi publik. Bagian yang paling serius dari suatu krisis adalah munculnya kejutan. Bagian terburuk dalam menghadapi krisis adalah tak adanya persiapan.

Langkah pertama untuk menghadapi krisis

Daripada mengutuk kegelapan lebih baik mulai menyalakan lilin

Pepatah Cina

Tiba-tiba sepertinya setiap hari kita melihat banyak perusahaan terperosok kedalam jurang krisis yang berimbas pada masa depan pemegang saham dan karyawan yang tak pasti. Peristiwa-peristiwa kebangkrutan ini mungkin menjadi kerut baru di dunia bisnis global, perusahaan di dalam krisis bukan sesuatu yang baru. Sudah berkali-kali kita melihat perusahaan yang terkena krisis, dari Adam Air, ke Century Bank, ke Merpati Nusantara Airlines, sampai ke Astro, bagaimana perusahaan bertindak dan bereaksi begitu krisis mulai seringkali menentukan masa depan perusahaan anda.

Perusahaan menghadapi krisis setiap terjadi product recall, penutupan pabrik, pencemaran produk, kejahatan yang dilakukan oleh seorang karyawan dan kesalahan dalam membuat keputusan bisnis.

Berikut adalah enam langkah pertaman dalam menghadapi krisis:

1. Persiapan adalah Kuncinya

Perusahaan perlu membuat perencanaan krisis untuk melindungi image perusahaan. Dengan perencanaan yang baik, atau paling tidak melakukan latihan menghadapi krisis potensial yang mungkin terjadi, anda dapat mempergunakan waktu yang sedikit di saat krisis untuk melakukan rencana penanggulangan krisis bukan baru memikirkan dari mana anda akan memulai. Persiapan dapat meliputi mengelola strategi krisis secara detail, membuat materi informasi untuk media, mempersiapkan pelatihan menghadapi media bagi para eksekutif perusahaan dan membentuk tim krisis.

2. Yakinkan anda mempunyai semua fakta

Kumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang situasi krisis secepatnya dan dari berbagai sumber. Lalu berbicara dengan penasihat hukum dan sarankan untuk melihat informasi mana yang bisa diberikan dan apa yang sebaiknya tetap rahasia. Anda perlu saling berbagi informasi penting dan menjamin bahwa anda tidak membahayakan image perusahaan. Secara terus-menerus berbicara mengenai situasi ini dengan penasihat hukum yang dipercaya. Selanjutnya tetap berhubungan dengan pimpinan atau tim krisis perusahaan.

3. Ambil tindakan segera untuk meminimal bahaya kepada hidup manusia

Jika ada kehidupan manusia yang terancam, yakinkan untuk segera bertindak. Kelalaian terhadap hidup manusia tak dapat dimaafkan
 
4.      Katakan kebenaran
Berikan informasi yang jujur kepada media. Jika sesuatu yang anda katakan salah, kredibilitas anda akan rusak dan sulit diperbaiki. Jika informasi yang dimiliki dapat merusak reputasi perusahaan, dan tak seorang pun secara spesifik menanyakannya (atau belum dikatakan kepada public), anda tidak perlu mengatakannya, artinya tidak perlu dengan segera. Tidak perlu untuk melemparkan minyak ke api. Tetapi, jika informasi sudah berada di wilayah publik, PR dengan segera harus bereaksi dengan jawaban jujur. Jika tidak mengetahui jawabannya, katakan tidak tahu dan akan berusaha untuk mendapat informasi yang diminta.

5. Perlihatkan bahwa anda peduli dan tulus

Berusaha sebaik mungkin untuk mengerti apa concern publik dan alamatkan kepedulian itu secara langsung.

Linda Lay, istri mantan Chairman Enron Kenneth Lay, telah membuat lebih banyak kerugian daripada keuntungan saat berkata dengan mengeluarkan air mata di ditelevisi nasional Today Show, Kami sedang berjuang untuk likuiditas. Kami tidak mau menjadi bangkrut. Publik Amerika merasa komentarnya memperlihatkan kurangnya ketulusan dan kurangnya simpati terhadap krisis bagi karyawan-karyawan Enron yang kehilangan pekerjaan.

6. Jangan pernah meremehkan kekuatan dari akal sehat.

Berpikirlah dengan berbagai skenario yang berbeda mengenai penyelesaian krisis. Jika naluri anda merasa keputusan ini tidak tepat, carilah lebih banyak informasi dan tetap berpikir. Percayalah pada diri anda sendiri dan pada penasihat terdekat anda. 
 
      Ketika tidak seorangpun bisa meramalkan krisis, pandangan dan pikiran ke depan bisa berarti perbedaan diantara menjaga reputasi perusahaan dan pilihan yang mengerikan.

Komunikasi Internal

Mempertimbangkan luasnya situasi krisis yang mungkin terjadi dalam sebuah organisasi, sebagai konsekuensinya akan muncul suatu kebutuhan untuk merespon krisis secara terpisah dari beberapa bagian atau beberapa pihak di dalam organisasi. Paling tidak ada tiga Bagian dalam perusahaan yang berperan dalam menghadapi crisis, bagian yang dimaksud adalah:

1. Operational people adalah karyawan di bagian operasional yang bertugas memastikan kejadian atau permasalahan yang timbul dapat dikontrol atau diatasi dengan baik

2. Manajemen lini atas, bertanggung jawab untuk mengalokasikan berbagai sumber daya dan membuat keputusan-keputusan penting yang dibutuhkan untuk memecahkan permasalahnya.

3. Communication people adalah orang-orang di bagian komunikasi atau public relations yang bertanggung jawab memastikan semua pihak yang memerlukan informasi telah betul-betul terinformasikan sejak awal hingga krisis diselesaikan.

Saat krisis muncul, manajemen di dalam perusahaan harus memastikan terjadinya proses koordinasi yang efisien di antara ketiga bagian tersebut, hal ini akan menghasilkan kesatuan respon dalam menghadapi masalah dihadapan publik. Kuncinya adalah memastikan hubungan yang terkoordinasikan dan terintegrasikan dengan baik di antara ketiga bagian ini.

Koordinasi yang tidak baik diperlihatkan pemerintah saat terjadi kecelakaan pesawat Adam Air, di perairan Majene. Saat itu pemerintah lewat Menteri Perhubungan mengumumkan bahwa lokasi jatuhnya Adam Air sudah diketahui. Ketika di cek, ternyata di lokasi tersebut tidak ditemukan bangkai pesawat naas tersebut. Hal ini tak pelak membuat Menteri Hatta Rajasa, kehilangan muka dan menjadi bulan-bulanan pers.

Ada beberapa hal yang menjadi konsekuensi terkait dengan krisis di dalam perusahaan, termasuk kerugian finansial, kenaikan biaya keamanan dan asuransi, serta melemahnya image atau citra perusahaan dimata pelanggan. Masalah lain mungkin akan muncul dari sisi karyawan. Dampak psikologis saat menghadapi crisis dapat menimbulkan trauma, baik dari sisi karyawan maupun perusahaan, dapat mengakibatkan berkurangnya produktifitas, banyak karyawan yang tidak bekerja, stress dan meningkatnya klaim-klaim kompensasi dari karyawan.

Perusahaan seharusnya membangun dan mengimplementasikan secara formal krisis manajemen. Sebagai persiapan bila terjadi kejadian kritis dan untuk memastikan dilakukannya interfensi yang cepat dan efektif bila terjadi situasi darurat atau kritis. Salah satu langkah yang dapat dilakukan oleh sebuah organisasi adalah menyediakan informasi awal-krisis. Tujuan dari pelatihan awal-kejadian dari krisis manajemen adalah mengidentifikasi dimana organisasi dapat mengimplementasikan kebijakan dan prosedur yang dapat digunakan saat terjadi atau setelah kejadian kritis.

Melalui persiapan dan pelatihan, manajemen dan karyawan bisa mendapatkan informasi dan pengertian tentang bagaimana merespon trauma, hal ini juga menjadi kesempatan untuk melatih respon sikap dan emosi terhadap kejadian yang traumatis.

Harapan lain dari pelatihan ini adalah melalui persiapan yang memadai, kerusakan fisik dari kejadian yang membawa trauma dapat diminimalkan. Persiapan pelatihan bisa mencakup mengidentifikasi situasi krisis yang paling mungkin terjadi dan membangun sebuah rencana menghadapi krisis. Faktor lain adalah mempertimbangkan bagaimana merespon reaksi pelanggan dan bagaimana merespon media.

Definisi-definisi Dasar

· Crisis Problem (Permasalahan krisis) – Masalah serius yang membutuhkan tindakan cepat.

· Non Crisis Problem (Permasalahan non-krisis). Suatu masalah yang membutuhkan penanganan namun tidak secara simultan memiliki tingkat kepentingan dan urgensi seperti pada karakter krisis.

· Programmed decisions (Keputusan yang telah terprogram). Keputusan yang dibuat dalam situasi rutin, berulang dan terstruktur dengan baik melalui aturan pengambilan keputusan yang formal dan jelas.

· Nonprogrammed decisions (Keputusan tidak terprogram) – Keputusan yang diambil diluar keputusan yang telah terprogram karena situasi yang muncul adalah mendadak dan atau tidak terstruktur.

· Complacency (kepuasan diri) –Suatu kondisi dimana organisasi atau individu tidak melihat tanda bahaya atau tidak mengindahkan bahaya yang ada.

· Defensive Avoidance (menghindar) – Suatu situasi dimana individu menyangkal adanya krisis/bahaya atau mengambil kesempatan untuk menghindar dari tanggung jawab untuk mengambil suatu tindakan.

· Panic (Panik) – Suatu reaksi dimana seseorang menjadi sangat marah sehingga terburu-buru mencari jalan keluar dari masalah.

· Deciding to decide (Memutuskan untuk mengambil keputusan) – Suatu respons dimana para pembuat keputusan menerima tantangan untuk memutuskan apa yang harus dilakukan terhadap permasalahan yang timbul dan mengikuti proses pembuatan keputusan yang efektif.

· Escalating situation (Situasi meningkat) – Situasi yang mengindikasikan hilangnya akselerasi.

· Decision Making Biases (fallacies) (Membuat keputusan yang bias (keyakinan yang keliru)) – Inilah bias-bias dimana biasanya manajer jatuh ke dalam proses pengambilan keputusan, yaitu: terlalu percaya diri, atau salah mengidentifikasi masalah dan lain-lain.

· Crisis (Krisis) – Suatu gangguan yang signifikan pada bisnis yang menstimulasi peliputan yang luas dari media. Dimana hal tersebut akan mempengaruhi operasional perusahaan yang tadinya normal. Lebih jauh lagi, hal ini dapat memberikan dampak secara politik, legal, keuangan dan pemerintahan terhadap bisnis tersebut.

Komunikasi eksternal

Seluruh tim dan karyawan harus memahami petunjuk berikut ini selama terjadinya krisis. Dalam semua kasus, orang-orang dari media (TV, radio, koran) harus diarahkan untuk menghubungi petugas yang menjadi wakil perusahaan untuk kasus tersebut. Bila tidak tahu siapakah wakil perusahaan yang dimaksud, atau bagaimanakah menghubungi mereka, hubungi tim manajemen krisis untuk mendapatkan informasi.

Berikut adalah beberapa petunjuk yang dapat digunakan dalam memberikan informasi kepada media dan khalayak:

  1. Penjelasan kepada media, yang telah dirancang sebelumnya, harus diadakan ditempat yang jauh dari daerah atau wilayah bencana/krisis. Para wartawan harus diminta untuk hanya berada di area pers dan diminta untuk tetap berada disana.
  2. Semua pertanyaan mengenai aktifitas yang melanggar hukum yang dicurigai ataupun tindakan kejahatan yang dicurigai, akan diarahkan kepada polisi atau petugas yang berwenang dibidang hukum untuk komentar resminya.
  3. Awasi terus ‘rumor’ yang beredar dan arah pemberitaan media untuk mendapatkan fakta yang telah diverifikasi.
  4. Bila anda tidak paham permasalahan, maka jangan berspekulasi atau menebak. Pertanyaan-pertanyaan yang belum dijawab harus dicatat dan segera disampaikan bila telah ada jawaban yang akurat dan telah diverifikasi.

Contoh pernyataan Public Relations:

“Pernyataan ini dapat digunakan sebelum PR perusahaan muncul di media. “Staff perusahaan dan penegak hukum mengontrol segala situasinya dan semua fasilitas yang tidak terkena efek dari kejadian, tetap dibuka dan bisnis berjalan seperti biasa. Segera setelah menerima informasi yang akurat dan telah kami verifikasi terkait situasi ini, akan kami komunikasikan pada media massa. Saat ini, kami menghargai kesabaran dan pengertian anda. Saya tidak punya komentar lebih lanjut tentang ini. Terima kasih”

Bagaimana Menghadapi Krisis?

The smartest strategy in war is you can achieve your objective without having to fight

Sun Tzu

Prinsip-prinsip umum yang secara positif dapat mempengaruhi komunikasi dan tindakan yang diambil dalam menghadapi krisis:

1. Kendalikan situasi. Selalu prioritaskan kepentingan masyarakat terlebih dahulu, kemudian baru properti. Analisa situasi yang ada untuk mengetahui nilai berita yang terkandung di dalamnya. Jangan menciptakan krisis sebelum waktunya karena tidak ada jaminan bahwa situasi krisis akan mengundang perhatian media.

2. Kumpulkan fakta-fakta yang terkait, yaitu siapa saja pihak yang terkait, apa permasalahannya, dimana dan kapan terjadinya, mengapa krisis bisa terjadi, bagaimana terjadinya dan apa yang akan dilakukan selanjutnya.

3. Berdayakan tim manajemen krisis jika diperlukan. Bertindak cepat dan tanggap: jangan mengeluarkan biaya sepeserpun apabila memberikan informasi yang dibutuhkan oleh media.

4. Berikan informasi sebanyak mungkin pada media karena mereka bisa mendapat informasi yang tidak akurat dari sumber lain.

5. Jangan berspekulasi. Jika tidak mengetahui secara pasti fakta yang dibutuhkan media, katakan saja bahwa untuk saat ini belum tahu, tapi berjanji akan segera kembali kepada media tersebut untuk memberitahukan fakta-fakta yang mereka butuhkan. Lindungilah integritas dan reputasi organisasi.

6. Beritahukan pada media mengenai berita-berita yang sifatnya negatif atau kurang baik. Jangan biarkan media tahu terlebih dahulu dari sumber lain.

7. Tunjukkan tindakan yang baik selama atau setelah krisis selesai.

Perencanaan komunikasi krisis dapat membantu secara efektif dalam menghadapi bencana-bencana yang tak terduga, dalam keadaan darurat atau peristiwa lainnya yang menyebabkan publikasi yang tidak menguntungkan bagi perusahaan.

  1. Bersiap-siap. Meski keadaan darurat tidak dapat diprediksi, sebaiknya perusahaan membuat daftar dan mempersiapkan dalam menghadapi skenario negatif yang mungkin terjadi dalam setiap kegiatan. Selain itu, sebaiknya juga membangun sistem komunikasi yang dapat digunakan dalam setiap keadaan darurat.
  2. Lakukan sesuatu yang benar. Dalam keadaan darurat, penting sekali untuk menempatkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan perusahaan. Tanggung-jawab perusahaan yang utama adalah memperhatikan faktor keselamatan dan kesejahteraan orang-orang yang terlibat dalam krisis. Bila faktor keselamatan telah dipulihkan, perusahaan harus berani menghadapi masyarakat. Jangan pernah menganggap enteng masalah yang serius atau “memuluskan” jalannya dengan harapan tak akan ada seorang pun yang menyadarinya. Sebaliknya, jangan membesar-besarkan masalah kecil dan jangan biarkan orang lain melakukannya.
  3. Komunikasikan krisis dengan cepat dan tepat. Komunikasi yang baik dan tegas memusatkan diri pada aspek-aspek penting dan mendorong keseluruhan proses sampai pada tahap resolusi, walaupun dalam lingkungan yang tidak mendukung dan media yang tidak bersahabat. Memahami bahwa media memiliki kewajiban untuk memberikan informasi yang terpercaya pada khalayaknya dan mereka akan mendapatkan informasi tersebut baik dengan atau tanpa kerja sama perusahaan. Jika PR perusahaan tidak memberikan pernyataan mengenai isu tersebut, orang lain akan melakukannya. Anda harus yakin bahwa Anda yang memegang kendali karena Anda merupakan salah satu nara sumber utama yang dapat memberikan informasi pada media dalam situasi krisis. Berikan informasi berdasarkan fakta, bukan berdasarkan pertimbangan.
  4. Tindakan lanjutan. Ganti kerugian pada mereka yang terkena dampak krisis, lalu lakukan hal-hal yang diperlukan untuk memperbaiki reputasi perusahaan di mata masyarakat. Ubah kebijakan internal atau dirikan institusi baru untuk memperkecil resiko krisis yang telah terjadi terulang lagi. Selain itu, tinjau kembali perencanaan komunikasi krisis berdasarkan pengalaman yang telah terjadi.
  5. Sebelum krisis terjadi, komunikasi yang sukses tergantung dari persiapan yang dibuat jauh sebelum keadan darurat terjadi.
  6. Memiliki sistem yang tepat akan mempermudah dalam menghadapi situasi yang terjadi dan tidak perlu membuang-buang waktu mencari cara bagaimana berkomunikasi yang baik dalam situasi krisis. Perencanaan komunikasi krisis yang efektif membantu untuk mengatur hal-hal yang sangat bergejolak dan situasi yang membingungkan.
  7. Identifikasi krisis yang potensial. Adakan diskusi atau brainstorming dengan pihak pihak yang berkepentingan di dalam organisasi untuk mengidentifikasi skenario-skenario yang dapat mengakibatkan publisitas tidak menguntungkan bagi perusahaan.
  8. Susun kebijakan untuk memperkecil situasi krisis. Cobalah mengantisipasi situasi darurat yang potensial terjadi dan buat atau siapkan kebijakan untuk menghindari situasi darurat tersebut.
  9. Di dalam situasi krisis, PR akan ditanya oleh media mengenai kebijakan dalam menghadapi situasi ini. Perusahaan tidak ingin berada dalam situasi yang tidak menyenangkan dengan menyatakan bahwa perusahaan tidak memiliki kebijakan. Buatlah data-data informasi yang menunjukkan situasi krisis yang potensial dan pastikan informasinya selalu update dan akurat.
  10. Siapkan Tim manajemen krisis. Tentukan sebuah tim untuk menghadapi kondisi yang menyebabkan krisis komunikasi. Tugaskan sedikitnya satu orang untuk menjadi ketua tim dan ada back-upnya. Tentukan siapa yang akan mengumpulkan informasi, memberitahukan keluarga korban, berurusan dengan petugas emergency serta berkomunikasi dengan staf dan sukarelawan. Tentukan siapa pembicara pertama dan kedua untuk melakukan komunikasi dengan media saat terjadi krisis. Sertakan pembicara tersebut dalam pelatihan wawancara dengan media. Tugaskan seseorang untuk memonitor jangkauan media.

  1. Menyusun dan mengorganisir sumber daya. Dalam situasi krisis, perusahaan menginginkan informasi terbaru dan mudah diakses. Sumber daya informasi meliputi daftar anggota tim krisis lengkap dengan pekerjaan dan telepon rumah, daftar media terbaru, daftar kontak perusahaan asuransi, daftar jasa darurat (emergency) seperti pemadam kebakaran, polisi, rumah sakit dan ambulans; dalam arti untuk berkomunikasi dengan sukarelawan dan staf (daftar nomor fax atau telepon).

  1. Kembangkan dan distribusikan pedoman prosedur darurat. Hal ini harus menjadi garis besar prosedur jangka pendek yang dapat digunakan untuk sebagian besar peristiwa dan atau pedoman khusus dalam setiap peristiwa. Hal ini menjelaskan apa yang harus dilakukan sukarelawan dan staf jika keadaan darurat terjadi atau jika dihubungi oleh media dan daftar jasa darurat (emergency) serta nomor tim krisis. Pada umumnya, staf dan sukarelawan menghubungi jasa darurat (emergency) dan melaporkan segera setiap situasi krisis yang potensial kepada anggota tim krisis.

Selama krisis, fokus Anda adalah menghadapi situasi, mengumpulkan informasi yang akurat dan menyampaikannya dengan cepat.

1. Kendalikan situasi. Sebelum Anda melakukan hal lain, pastikan keselamatan dan kesejahteraan setiap orang yang terlibat dalam krisis. Selalu utamakan kepentingan publik terlebih dahulu, kemudian baru properti. Hubungi para ahli emergency jika diperlukan.

2. Analisa situasi dan kumpulkan informasi. Saat pencegahan keselamatan dan keamanan telah didapatkan, kumpulkan fakta-fakta dari sumber yang terpercaya sebelum menanggapi proses pemeriksaan dengan mempertimbangkan dari segi hukum, etika dan kepentingan organisasi.

3. Jangan membesar-besarkan isu melebihi kenyataannya atau membiarkan orang lain melakukannya. Jika media menghubungi Anda sebelum Anda mengetahui situasi krisis tersebut dan memutuskan memberi tanggapan, katakan bahwa Anda berharap untuk memperoleh lebih banyak informasi dan menghormati deadine media. Tidak ada yang dapat membuat situasi lebih buruk daripada meninggalkan seorang wartawan yang penuh dengan pertanyaan tanpa informasi sedikit pun. Anda perlu menemukan jawaban untuk beberapa pertanyaan dasar, antara lain yaitu: Apa yang terjadi? Kapan hal itu terjadi? Dimana terjadinya? Berapa banyak orang yang terlibat? Ada dimana orang-orang yang terlibat itu sekarang? Seberapa besar bahaya situasi tersebut? Apa yang akan terjadi selanjutnya?

4. Beritahukan pihak keluarga dari orang-orang yang terlibat. Keadaan ini akan bervariasi sesuai dengan sifat alami krisis, tapi hal itu selalu harus ditangani sendiri dengan baik, peka dan penuh pertimbangan. Anggota dari tim krisis komunikasi harus dapat menyelesaikan tugas ini. Jangan pernah memberitahukan nama-nama pihak yang meninggal atau terluka kepada media sebelum menginformasikannya terlebih dahulu kepada anggota keluarga mereka.

5. Pastikan publik internal terinformasi dengan baik. Sebuah rencana komunikasi krisis yang baik memperhatikan komunikasi dengan para anggota organisasinya. Jika situasi memungkinkan, adakan pertemuan staf dan sukarelawan serta sediakan informasi yang sesuai dengan keadaan dan posisi organisasi. Kebijakan terbaik adalah memberitahukan informasi kepada orang-orang yang ada dalam organisasi terlebih dulu sebelum mengumumkannya kepada media atau setidaknya pada waktu yang sama saat berita tersebut diberitahukan kepada media.

6. Berkomunikasi dengan media. Secara umum, hal ini merupakan kebijakan yang baik untuk memberitahukan informasi tentang situasi krisis sesegera mungkin. Komentar menjadi hal yang alami sampai seluruh fakta terkumpul, namun hal itu jauh lebih baik untuk mendapatkan keseluruhan ceritanya sesegera mungkin. Hubungi radio dan stasiun televisi terlebih dahulu, kemudian baru surat kabar. Wartawan menyajikan beberapa kejutan dalam situasi krisis.

Memahami Media

Wartawan menyajikan beberapa kejutan dalam sebuah situasi krisis.

  1. Mereka ingin mendapatkan informasi dengan mudah dan cepat, biasanya dengan beberapa macam sudut kepentingan. Wartawan cetak biasanya akan membutuhkan dan menggunakan informasi lebih banyak dibandingkan para rekan sekerja yang menyiarkan berita melalui media siaran. Wartawan media cetak surat kabar tertarik pada fakta dasar edisi hari ini, latar belakang serta implikasi edisi esok hari sedangkan wartawan media elektronik menginginkan berita terbaru dengan cepat.
  2. Kadangkala media hadir dalam suatu peristiwa. Dalam situasi yang lain, anda perlu memulai kontak yang harus dilaksanakan dengan segera ketika sudah mendapatkan fakta. Kontak tersebut harus diikuti dengan pernyataan resmi, termasuk informasi terbaru dan rencana menyelidiki peristiwa tersebut. Media mengharapkan informasi sebenarnya secara lengkap, materi latar belakang, indikasi niat organisasi untuk memproses krisis, informasi tentang dampak krisis pada staf dan sukarelawan, informasi terkini, dan kelanjutan setelah krisis.

PR harus berterus terang dalam menjawab pertanyaan media. Ada beberapa pertanyaan bisa tidak jawab atau sebaiknya harus ia jawab, yang meliputi:

  1. Perkiraan besaran biaya pengganti kerusakan
  2. Biaya asuransi
  3. Spekulasi penyebab peristiwa
  4. Alokasi kesalahan
  5. Apapun yang “tidak boleh diumumkan” (off the record).

PR tidak boleh menjawab pertanyaan media dengan kalimat “No Comment” karena jawaban ini dapat menyiratkan ketiadaan kerjasama, berusaha menyembunyikan sesuatu atau tidak mempunyai perhatian. Ada banyak tanggapan yang bisa diberikan ketika PR tidak memiliki atau tidak memiliki kebebasan dalam memberikan informasi tertentu. Beberapa contoh:

· “Kami baru mempelajari situasinya dan saat ini kami berusaha untuk mendapatkan informasinya secara lengkap”.

· “Semua usaha kami diarahkan untuk mengendalikan situasi, maka kami tidak akan berspekulasi mengenai penyebab insiden tersebut”.

· “Saya tidak memiliki otoritas atas perihal tersebut. Nanti akan saya sampaikan kepada pimpinan yang berwenang untuk menghubungi anda kembali”.

· “Saat in kami sedang mempersiapkan pernyataannya. Bisakah saya kirimkan pada Anda melalui fax atau e-mail sekitar 2 jam lagi?”

Simpan daftar panggilan dari media dan hubungi media kembali sesegera mungkin. Daftar panggilan dapat membantu Anda untuk mengetahui media mana yang paling tertarik untuk meliput masalah ini.

Manajemen krisis yang baik menginginkan komunikasi yang jujur dan terbuka dengan berbagai macam target khalayak. Selama krisis, hal ini merupakan hal tersulit untuk dipenuhi. Sebagai manusia, biasanya kita mencari cara untuk menghindari atau menyembunyikan pengalaman yang menyakitkan. Hal seperti ini sangat membantu untuk mengetahui alasan khusus seseorang untuk takut pada komunikasi terbuka. Semua alasan itu masuk akal (logis), layak, dan sah sampai taraf tertentu.

Meski demikian, jika anda tidak berhadapan dengan media dan publik secara efektif, mereka akan menjadi hambatan dan membuat masalah menjadi sangat sulit untuk dipecahkan. Inilah hal yang harus anda lakukan:

1. Mengumpulkan Fakta. Prioritas PR adalah menyusun semua fakta karena PR benar-benar memerlukan semua fakta itu. Bagaimanapun juga, pada awalnya PR perlu untuk memberikan beberapa informasi dan berkata jujur bahwa kita masih mengumpulkan informasi-informasi lainnya.

2. Jangan panik. Salah satu cara terbaik untuk menghindari kepanikan adalah mengatur arus informasi. Kita dapat menetapkan dan memelihara kredibilitas kita sebagai sumber informasi hanya pada saat kita berkomunikasi dengan terbuka dan terus terang.

3. Tidak memiliki juru bicara yang dapat menjawab pertanyaan media. Perencanaan krisis komunikasi akan mengidentifikasi criteria orang yang cocok untuk menjadi juru bicara perusahaan. Dalam banyak krisis pimpinan perusahaan adalah juru bicara pada setiap masalah yang terjadi.

4. Menyangkut isu hukum. Isu hukum sering dilibatkan dalam krisis. Manajemen harus memiliki keinginan untuk menyeimbangkan isu PR dan isu hukum. Kelangsungan hidup organisasi tidak hanya bergantung pada masalah hukum di peradilan tapi juga pada peradilan yang lebih efektif” yaitu peradilan opini publik.

5. Menjaga citra organisasi. keterbukaan dan kecepatan komunikasi adalah hal yang penting untuk menjaga citra perusahaan dengan media dan khalayak ramai.

6. Belum tahu bagaimana merespon krisis. Faktanya mungkin memerlukan banyak waktu dalam menyusun solusi untuk krisis. Bagian dari tantangan dan peluang dalam masa krisis adalah untuk menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan proses yang layak dan menunjukkan kepedulian untuk memecahkan krisis. perusahaan dapat menunjukkan proses terbaik ini ketika membuka kesempatan untuk berkomunikasi secara terbuka.

7. Ada informasi yang tidak bisa diumumkan. Ada informasi yang tidak bisa kita umumkan, terutama jika ada konsekuensi untuk anggota organisasi tertentu. Kita perlu menimbang keputusan secara hati-hati, poin demi poin, untuk menentukan jika situasi seperti itu benar-benar ada, atau apakah kita hanya ingin membuat alasan untuk tidak mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Yang perlu diingat adalah keselamatan publik harus menjadi perhatian utama.

Setelah Krisis berakhir

1. Umumkan akhir dari krisis. Hal ini sangat penting bagi perusahan untuk memberi isyarat akhir dari situasi krisis.

2. Kelanjutan (follow-up). Tetap berhubungan dengan masyarakat setelah krisis, khususnya dengan mereka yang terlibat secara langsung. Pastikan media tetap menginformasikan situasi terbaru atau biarkan mereka tahu bahwa krisis telah berakhir. Tinjau ulang kebijakan internal untuk menghindari pengulangan situasi krisis.

3. Lakukan tindakan yang baik. Lakukan hal ini selama atau sesegera mungkin setelah krisis jika sesuai dan situasinya memungkinkan.

4. Bangun tim krisis. Wawancara anggota tim komunikasi krisis Anda. Analisis hasil liputan media baik positif maupun negatif. Tinjau kembali rencana komunikasi krisis anda untuk mencerminkan apa yang sudah anda pelajari.

Pelajaran dari peristiwa 11 September[1]

Pengeboman gedung WTC di Amerika, adalah salah satu crisis paling besar yang dihadapi neggeri itu sejak Serangan Jepang ke Pearl Harbour tahun 1945. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari peristiwa 11 sept tersebut. Pelajaran tersebut merefleksikan pemikiran dan ide-ide dari 80 manager dan excecutive dari berbagai perusahaan dan sektor-sektor industri.

Pelajaran #1 Bersiap

1. Ancamannya ada pada setiap perusahaan –pelajaran utama dari 11 Sept adalah kebutuhan untuk selalu siaga dalam menjalankan bisnisnya. Mereka mengatakan bahwa terorisme harus dipandang serius dan setiap bisnis dapat terkena dampaknya sehingga semua perusahaan harus bergerak sekarang untuk melindungi kegiatan operasional dan karyawan mereka.

2. Mengadakan penilaian terhadap ancaman –Tanyakan pada para manajer dan pelanggan untuk mengetahui penilaian mereka terhadap ancaman pada bisnis perusahaan. Sebutkan terorisme, bencana alam, kebakaran, ancaman bom, situasi gawat di sekitar perusahaan, kegagalan teknologi, ancaman keamanan, krisis reputasi, untuk dipertimbangkan. Pertimbangkan juga ancaman finansial, investigasi, moral karyawan, dan hukum. Untuk masing-masing ancaman, perkirakan bagaimana akan terjadi dan potensi dampaknya.

3. Mulai dengan keamanan bagi karyawan – Aspek terpenting untuk seluruh bisnis adalah karyawan. Pertimbangkan tindakan-tindakan cepat yang dapat menyelamatkan nyawa, seperti pengamanan untuk kebakaran, perencanaan evakuasi, keamanan, informasi darurat untuk karyawan dan keluarganya.

4. Bangunlah Perencanaan Penanganan Krisis yang Menyeluruh (comprehensive Crisis Plan). Walaupun dipandang mudah namun memiliki rencana adalah sebuah keharusan. Maksimalkan sumberdaya dengan fokus pada konsekuensi bencana seperti terputusnya akses ke berbagai fasilitas, karyawan yang hilang, suplai yang terhenti, dan sistim komunikasi yang terganggu. Contohnya: situasi dimana tidak ada sistim komunikasi pada gedung akan menyiapkan anda menghadapi seluruh jenis krisis. Pikirkan ulang lokasi untuk ‘Back up facilities’. – Beberapa perusahaan di New York menemukan lokasi back up facilities mereka terlalu dekat dengan kantor pusat dilokasi kejadian 11 sept. Sehingga lokasi itupun sulit dijangkau. Salah satu pendekatan lain adalah memiliki back up faciliites di dekat kantor pusat dan satu lagi lokasi yang lebih jauh. Pertimbangkan kemampuan karyawan untuk menenpuh perjalanannya ke area tersebut sebelum memilih lokasi.

5. Desentralisasi sumber-sumber daya – Bisnis bisa kehilangan segalanya saat seluruh sumber daya beradea di lokasi yang sama. Identifikasi suplier untuk pelayanan bantuan/back up. Jagalah akses ke media. Milikilah penyimpanan data yang agak jauh. E-mail lah data-data penting ke beberapa jaringan komputer.

6. Tes rencana anda –Lakukan brifing kapada setiap unit atau departemen untuk mensosialisasikan tanggung jawab mereka. Lakukan diskusi bersama para excutive, bicarakan skenario krisis dari awal sampai akhir. Diskusi seperti ini termasuk cara yang efektif untuk mengidentifikasi masalah sebelum memulai sebuah aktifitas training.

Pelajaran #2

1. Temukan cara untuk menempatkan staff anda – Pada 11 September semua perusahaan menghadapi pertanyaan yang sama: “dimana karyawan saya?’ Apakah anda dapat mengamankan karyawan dalam situasi darurat? Apakah anda dapat menyebutkan siapa yang ada didalam kantor, siapa yang berada diluar kantor dan siapa yang sedang cuti? Apakah anda dapat berkomunikasi dengan karyawan yang cuti dan keluarga mereka?

2. Ciptakan sistim komunikasi terpadu untuk menghubungi karyawan –Apabila sistim telepon selular overloaded. Pertimbangkan untuk menggunakan alat komunikasi lain seperti voicemail, fax, dan sistim e-mail yang dapat menjangkau rumah keluarga karyawan dan kantor-kantor mereka. Pertimbangkan juga penggunaan radio panggil (pager & beeper), pesan instan (instant messaging), sistim call-out otomatis (automated call out system), dan sistim alamat publik (public address system).

3. Ciptakan sistim komunikasi mandiri untuk karyawan – Buat toll-free hotline untuk merekam pesan. Ciptakan point of contact untuk karyawan menghubungi. Ketahuilah prosedur untuk meletakkan informasi secara cepat di website dan intranet.

Pelajaran #3

1. Lakukan evakuasi secara serius – Perencanaan evakuasi yang lebih baik dan penerapannya adalah salah satu pelajaran paling berharga dari 11 sept. Kita semua biasanya sadar akan adanya alarm kebakaran namun menanti untuk dievakuasi bisa berakibat fatal.

2. Buatlah rencana evakuasi – Evakuasi harus dilakukan dan prosedurnya harus dikomunikasikan dengan cara yang baik. Tentukan secara jelas tempat evakuasi dan prosedur untuk menghitung jumlah karyawan, kontraktor, dan tamu kantor. Ingat untuk mengidentifikasi kebutuhan khusus dari karyawan. Secara tegas terapkan kebijakan evakuasi – Pastikan karyawan dan executive senior untuk menjalankan prosedur.

3. Bertindak dengan aman – awasi orang yang dievakuasi melakukan evakuasi secara serius.

4. Jalankan pelatihan evakuasi – Mintalah karyawan agar secara fisik pergi ke tempat evakuasi yang ditentukan.

Pelajaran #4

1. Jangan berhenti berkomunikasi – Komunikasi selalu penting. Pastikan karyawan dan keluarganya tahu apa yang terjadi, bagaimana perusahaan merespon krisis dan bagaimana krisis tersebut memberikan efek pada mereka.

2. Lakukan komunikasi internal perusahaan sesegera mungkin – topik penting yang harus disampaikan:

1. Bagaimana perusahaan merespon situasi dan mengapa

2. Apa yang dilakukan perusahaan utnuk menolong orang yang terkena efek bencana

3. Apa yang harus dilakukan karyawan, bagaimana karyawan melindungi diri mereka sendiri.

4. Check kembali bahwa kantor ditutup dan gunakan back up facilitites

5. Beritakan tentang apa yang terjadi pada komunitas sekitar (bencana di komunitas tersebut)

6. Informasi tentang Korban

7. Bagaimana karyawan dapat menolong perusahaan dan komunitas sekitar untuk pulih.

8. Siapkan informasi, Organisasi dan format informasi sehingga hal ini dapat digunakan seketika, termasuk:

1. Informasi tentang program bantuan karyawan, kebijakan perusahaan dan asuransi kesehatan.

2. Prosedur terkait keamanan, evakuasi dan penutupan fasilitas serta penggunaan back up facilities

3. Informasi tentang bahaya ditempat kejadian.

4. Tahu bagaimana mengakses sistim komunikasi:

5. Siapa yang memiliki otoritas untuk menyetujui informasi yang bisa diberikan pada publik?

6. Apakah anda memiliki semua sistim komunikasi untuk berkomunikasi dengan karyawan?

7. Siapa yang bertanggung jawab untuk berkomunikasi dengan audiens?

8. Bagaimana anda memasukan informasi ke web site perusahaan dan intranet saat ada situasi darurat? Siapa yang bertanggung jawab akan hal ini?

9. Apakah nomor-nomor telepon dapat dihubungi dan terbaharui? Sangat penting untuk mengkomunikasikan kepada staff dan komunitas sekitar tentang apa yang sedang dilakukan perusahaan. Gunakan satu pusat komando sebagai penghubung untuk informasi masuk dan keluar

10. Mintalah CEO atau pimpinan perusahaan membuat pernyataan – Krisis besar membutuhkan suara dari atas. Anda tidak harus berbicara banyak, namun anda harus menunjukkan bahwa anda peduli dan mengambil tindakan.

11. Kenali masalahnya, tunjukkan empati dan informasikan kapan informasi selanjutnya akan tersedia.

Pelajaran #5

1. Perhatian dan kepedulian karyawan – Beberapa Perusahaan mengamati efek emosional dari 11 sept. dan tanggung jawab mereka yang besar kepada karyawan. Cobalah untuk menghadapi karyawan dari poin dimana mereka secara emosional tengah resah untuk kebaikan perusahaan. Maka penting bagi perusahaan untuk belajar mengetahui kebutuhan emosi karyawan.

2. Sediakan forum untuk interaksi karyawan – mengikuti 11 sept. beberapa perusahaan mengorganisasikan pertemuan informal seperti ’brown bag lunches’ untuk memberi karyawan kesempatan berbagi cerita. Aktifitas Konseling atas kesedihan yang mendalam selama dan setelah kejadian adalah sangat penting terhadap kelangsungan bisnis dan proses pemulihan.

3. Mintalah umpan balik dari karyawan – Tanyakan pada mereka informasi apa yang dibutuhkan. Mintalah saran tentang bagaimana mengatasi isu-isu emosional. Bersikap sensitif terhadap harapan mereka tentang bagaimana perusahaan harusnya merespon. Perusahaan harus menyadari bahwa setiap krisis pasti menimbulkan korban dan harus bersikap manusiawi dalam meresponnya.

4. Bantulah karyawan menyiapkan diri menghadapi bencana – Sadarilah bahwa perhatian utama mereka adalah keluarganya. Mereka belum siap secara emosi untuk membantu perusahaan sampai mereka tahu bahwa keluarga mereka aman.

5. Sediakan jalan untuk menolong karyawan – Berdayakan mereka untuk bekerja bersama memecahkan masalah. Libatkan mereka dalam pembuatan keputusan tentang donasi dari perusahaan. Biarkan ide datang dari bawah ke atas. Check apakah bantuan sebaiknya datang dari inisiatif karyawan atau perusahaan. Hargailah bahwa karyawan melakukan aktifitas untuk menolong karyawan dan komunitas sekitar.

Pelajaran #6

1. Bantulah komunitas sekitar – Perusahaan biasanya royal dalam memberikan bantuan kepada masyarakat yang terkena bencana. Sayangnya, banyak potensi bantuan tidak disadari karena isu-su logistik yang ada.

Sumber-sumber daya yang dapat membantu sebaiknya dikelola oleh organisasi penaggulangan bencana.

2. Ciptakan hubungan dengan layanan emergency lokal dan polisi setempat – ketahuilah pelayanan yang mereka sediakan. Ketahuilah bagaimana berkomunikasi dengan mereka saat ada bencana.

3. Identifikasi sumber-sumber bencana sebelum bencana terjadi – bicara dengan orang-orang di emergency management dan organisasi penanggulangan bencana tentang cara-cara terbaik menggunakan produk anda, pelayanan dan sumber daya manusia dalam bencana. Penting sekali untuk merencanakannya sejak awal dimana masih terdapat cukup waktu untuk membicarakan isu-isu logistik.

4. Pertimbangkan PR – Anda tentu tak ingin di cap mengambil keuntungan dalam situasi krisis untuk menguntungkan perusahaan anda. Libatkan tim komunikasi dalam segala aspek untuk merespon krisis. Merespon dari sisi yang berbeda dari liputan media. Serta menemukan cara untuk menyediakan bantuan atau dukungan yang akan menjadi sesuatu yang berharga.

Artikel Bab 5

a

Piawai Melakukan Pemulihan Citra[2]

Kecelakaan menjadi salah satu risiko yang wajib diperhatikan secara serius oleh maskapai penerbangan. Garuda Indonesia menangani hal itu dengan sangat baik

Pagi itu matahari beranjak naik menyinari kota Yogyakarta. Seperti biasanya, masyarakat mulai sibuk lalu lalang dengan rutinitas masing-masing. Tetapi rupanya hari itu bukan hari yang baik bagi kota gudeg. Kota yang semula cerita itu sontak dikagetkan dengan kecelakaan sebuah pesawat yang mendarat di Bandara Adi Sucipto.

Belakangan diketahui pesawat naas itu jenis Boeing 737 seri 400 milik maskapai Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-200. Pesawat beregistrasi PK-GZC yang diterbangkan kapten M.Marwoto Komar tersebut membawa 133 penumpang, terdiri dari 13 orang kelas bisnis dan 120 kelas ekonomi, serta 7 awak kabin.

Pesawat terbakar di ujung run-way 09 sebelah timur bandara. Setelah dilakukan proses evakuasi, sebanyak 112 penumpang dinyatakan selamat, 21 penumpang dan 1 awak kabin meninggal dunia. Korban, baik yang meninggal maupun yang luka-luka, langsung dilarikan kebeberapa rumah sakit setempat, antara lain RS Panti Rapih, RS Panti Rini, RS Angkatan Udara, RS Bethesda, RS Internasional Yogyakarta, dan RS Dr Sardjito.

Itulah musibah yang dialami Garuda Indonesia, maskapai pelat merah milik negara Indonesia, di Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta. Kalau sudah begitu, bagaimana? “Ya bagaimana lagi,” jawab Pujobroto, VP Corporate Communicaations Garuda Indonesia, “toh kecelakaan sudah terjadi...”

Menurut pria yang dipercaya menjadi juru bicara menyangkut “krisis” Garuda Indonesia itu, yang perlu dibahas bukan kronologi kecelakaannya, tetapi bagaimana penanganannya. “Garuda Indonesia itu yang perlu dibahas bukan kronologi kecelakaannya tetapi bagaimana penanganannya. “Karena masalah dan penyebab kecelakaan itu bukan kewenangan kami, melainkan kewenangan Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Jadi, kami berupaya untuk fokus pada penanganan korban,” katanya.

Sebagai perusahaan penerbangan yang mengutamakan kenyamanan dan keamanan, Garuda Indonesia telah memiliki sistem penanganan terjadi kecelakaan. Namanya Emergency Response Plan (ERP). Jika mengalami musibah, ERP akan berfungsi secara otomatis. Pihak – pihak yang telah ditetapkan dalam ERP secara langsung bergerak ke posisinya masing-masing (go team).

Adapun pusat-pusat yang difokuskan menangani krisis Garuda Indonesia antara lain Operation Control Center, Emergency Control Center, Ste Control Center, Family Assistance Center, Passenger Inquiry Center, Emergency Support Management Team, Aircraft recovery Team, dan Branch Offices.

Disetiap pos terdapat satu liaison officer. Petugas ini berada di bawah Media Information Center (MIC) yang tugasnya menghimpun informasi seputar perkembangan penanganan yang ada di pos-pos tempatnya memantau. Informasi-informasi yang diterima dari liaison officer itu kemudian menjadi bahan komunikasi internal, pernyataan perusahaan (yang dilakukan oleh CEO atau jubir), konferensi dan berita pers.

“Maka dari itu, begitu pesawat Garuda mengalami kecelakaan, tidak berapa lama kemudian kami melakukan konfreensi pers yang bertujuan menjelaskan bahwa memang kejadian itu benar terjadi. Konferensi pers dan pembuatan rilis dilakukan secara terus menerus. Begitu liaison officer kami menyampaikan menyampaikannya kepada publik,” jelas Pujobroto ketika ditemui di kantornya di Jakarta pertengahan bulan lalu.

Pria berkacamata itu mengaku apa yang dilakukan perusahaannya sudah menjadi hal yang seharusnya dilakukan. Bahkan tidak hanya itu, Garuda Indonesia juga langsung membuka hotline nomor telepon yang bisa di hubungi oleh keluarga korban. Untuk membantu keluarga korban menuju lokasi kejadian, biasanya Garuda Indonesia menyiapkan beberapa pesawat.

“Bukan Cuma menyediakan pesawat menuju ke lokasi semata, kami juga menyediakan hotel bagi para keluarga tersebut. Artinya, senuanya ditanggung oleh pihak Garuda Indonesia,” kata Pujobroto, “Beberapa hari kemudian kami mengumumkan akan memberikan santunan kepada ahli waris dan penumpang yang selamat,” tambahnya.

Masih di hari sama, hanya beberapa jam saja, pihak Garuda Indonesia memasang iklan di stasiun-stasiun televisi yang berisi permohonan maaf dan turut berduka cita atas terjadinya musibah. Iklan tersebut kemudian kemudian diikuti iklan serupa di media-media cetak sehari berikutnya. Sedangkan iklan-iklan promosinya di hentikan untuk sementara waktu.

Begitulah cara Garuda Indonesia menangani krisis. Tampaknya, cara penanganan itu sekaligus menjadi salah satu strategi pemulihan merek (brand image recovery). Pasalnya, sebagai perusahaan transportasi publik, citra begitu berharga.

Akan tetapi, Singgih Handoyo menolak selaku GM komunikasi Eksternal Garuda Indonesia menganggap, jika terjadi kecelakaan penerbangan bukan hanya soal citra yang dipertaruhkan. Kesigapan dalam penangganan kecelakaan berdampak pada reputasi menyeluruh perusahaan (merek).

“Dengan adanya penanganan kecelakaan yang serius dan intensif, maka para pelanggan merasa menggunakan maskapai Garuda Indonesia lebih aman dan nyaman. Para penumpang berpikir kalaupun terjadi kecelakaan, penanganannya akan dilakukan secara serius. Setiap kerugian yang dialami penumpang akan mendapat ganti rugi. Memang perusahaan tidak menyediakan dana khusus, tetapi uang yang ada diperusahaan itu yang digunakan.” Ujar Singgih.

Dari kejadian-kejadian seperti itulah perusahaan penerbangan diuji. Kecelakaan menjadi ujian yang harus diterima oleh maskapai. Tinggal bagaimana perusahaan merespon kecelakaan itu. Sebab, di dalam penanganan kecelakaan penerbangan, ada dua kemungkinan yang diperoleh maskapai : tambah maju atau tambah hancur.

Maksudnya? Jika sebuah krisis penerbangan ditangani secara serius dan sesuai dengan kehendak penumpang, maka reputasi maskapai itu justru akan terdongkrak. Sebaliknya, apabila krisis yang terjadi ditangani “ogah-ogahan”, jelas kejadian itu bakal membawa citra buruk maskapai. Apalagi jika krisis itu terjadi berulang kali tanpa penanganan serius, tentu kepercayaan publik akan hilang.

Kesigapan dalam upaya penanganan krisis yang dialami Garuda Indonesia di Yogyakarta sepertinya membuahkan hasil. Citra Garuda Indonesia di mata pelanggan tak menurun. Buktinya, para pelanggan yang terdaftar sebagai anggota Garuda Frequent Flyer mengaku tetap memilih Garuda Indonesia sebagai maskapai yang mereka gunakan. Alasannya, selain milik badan usaha milik negara, Garuda Indonesia memiliki pelayanan paling memuaskan dibandingkan maskapai domestik lainnya.

Slamet Wahyudi, seorang notaris dan PPAT asal Gresik, misalnya, tetap setia menggunakan Garuda Indonesia karena kenyamanannya lebih baik. Setidaknya ia menumpang pesawat Garuda Indonesia antara 4-7 kali dalam sebulan, baik tujuan domestik maupun mancanegara, sejak tahun 2003.

“Kalau soal kecelakaan semua maskapai bisa celaka, ya. Namun Garuda Indonesia menangani kecelakaan yang terjadi dengan cukup bagus,” ungkap pria tambun itu ketika ditemui dalam acara “Garuda Frequent Flyer Member Gathering with Rhenald Kasali” di Ballroom Hyat Regency Hotel, Surabaya, pekan ketiga bulan lalu.

Pendapat itu dibenarkan oleh Emirsyah Satar, President & CEO Garuda Indonesia. Peristiwa krisis Garuda Indonesia di Yogyakarta tidak berdampak buruk bagi penjualan. Bahkan, maskapainya tetap diminati dengan load factor hampir 100%. Karena itu, pihaknya optimisakan mampu membukukan keuntungan Rp 25miliar tahun ini, setelah sebelumnya mengalami kerugian terus menerus.

“Tahun 2004 kami mengalami kerugian Rp 811 miliar, tahun 2005 rugi Rp 688 miliar dan tahun 2006 kami rugi 197 miliar. Tahun ini kami optimis akan meraup keuntungan Rp 25 miliar,” jelas Emirsyah seraya mengatakan bahwa publik percaya terhadap pelayanan dan penanganan krisis yang dilakukan oleh Garuda Indonesia.

Penanganan krisis secara sistematis memang dilakukan oleh maskapai yang kini memiliki 48 armada pesawat itu, untuk memaksimalkan penanganannya, Garuda Indonesia melakukan simulasi krisis secara berkala, yaitu setahun dua kali. Proses latihan penanganan krisis itu pun di tangani oleh petugas setingkat general manager.

“Terakhir, kami melakukan simulasi kecelakaan penerbangan pada Januari 2007. Saat itu maskapai kami seolah-olah terbang dari Jakarta ke Denpasar dan mengalami kecelakaan. Situasi simulasi itu didesain benar-benar mirip dengan kejadian sebenarnya. Jadi ketika kecelakaan terjadi, kami sudah tahu apa yang harus kami lakukan.” Ucap Singgih.

Pada prinsipnya, lanjut Pujobroto, dalam upaya menangani krisis, pihaknya memerhatikan tiga hal : pertama, kejujuran atau akurasi; kedua, kecepatan (responsiveness); dan ketiga, tanggung jawab. “kalau tidak jujur berarti kami membohongi publik. Kalau melakukan kebohongan sekali saja, maka diperlukan kebohongan-kebohongan lainnya untuk menutupi kebohongan sebelumnya. Kami sangat jujur untuk dalam menginformasikan tentang kejadian-kejadian yang ada,” ujarnya.

Kemudian, mengenai prinsip kecepatan dan tanggung jawab. Ketika terjadi krisis, penanganan korban harus sesegera mungkin dilakukan. Segala informasi tentang krisis itu secara jujur dan terbuka secepatnya disampaikan kepada masyarakat. Dari pihak Garuda Indonesia menyatakan bertanggung jawab atas kejadian tersebut.

“Prinsip itu sangat penting karena kami menyadari bahwa di balik penanganan krisis yang serius akan membuahkan reputasi yang baik ke depannya,” kata Pujobroto.



[1] http:/www.sorm.state.tx.us/Risk_Management/Business_continuity

[2] Majalah Marketing, No.05/vii/mei/2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar